JAKARTA, KOMPAS.com - Ardi (23) menunjukkan luka iritasi di kulitnya kepada Kompas.com sore itu. Meski tertutup dengan cat silver, namun bentol-bentol di kulitnya samar-samar terlihat.
"Nih gatal gini doang. Bentol-bentol gini," kata Ardi saat ditemui di kawasan Gelora, Jakarta Pusat, Senin (16/11/2020).
Iritasi di kulit Ardi itu tak lain disebabkan oleh cat silver yang tiap hari menutupi sekujur tubuhnya.
Ya, Ardi adalah satu dari sekian banyak "manusia silver" yang berjuang mencari nafkah di Ibu Kota.
Ia mengais rezeki di sudut-sudut persimpangan Jakarta dari para pengendara yang melintas.
Baca juga: Terpaksa Menjadi Manusia Silver untuk Menyambung Hidup di Masa Pandemi Covid-19
Sore itu, Ardi mencari peruntungan di persimpangan Jalan Gelora, tepatnya di belakang Gedung DPR RI.
Setiap kali lampu merah, ia langsung bergaya bak patung di hadapan para pengendara mobil dan motor. Setelah itu, ia lalu menghampiri kendaraan yang tengah berhenti untuk meminta sumbangan.
Ardi tersenyum sumringah, menundukkan kepalanya, dan mengucapkan terima kasih kepada warga yang memasukkan uang ke toples yang ia bawa. Namun, lebih banyak yang acuh dan menolak.
Ardi mengatakan, menyambung hidup sebagai manusia silver ia pilih karena sudah tidak punya pilihan lain. Ia bersama sang kakak mulanya berdagang pakaian di berbagai pasar malam di Jakarta.
Namun, dia terpaksa berhenti berdagang karena pandemi Covid-19.
"Sejak corona, sudah enggak ada tempatnya. Pasar malam enggak buka lagi," kata Ardi.
Baca juga: Manusia Silver Makin Marak, Dinsos Jakpus Sebut Efek Pandemi
Sejak pasar malam ditutup, Ardi sempat mencoba bertahan dengan tabungan yang ia miliki. Namun, tak butuh waktu lama, tabungannya ludes untuk kehidupan sehari-hari.
Akhirnya, Ardi pun menekuni pekerjaan sebagai manusia silver. Ia mengaku diajak oleh seorang teman untuk melakoni pekerjaan ini.
"Pas bulan puasa hari ke-27 saya mulai kerja sebagai manusia silver," katanya.
Dalam sehari, ia biasanya meraup uang sekitar Rp 80.000. Namun itu masih penghasilan kotor. Untuk menjadi manusia silver, Ardi juga harus mengeluarkan modal untuk membeli cat silver, minyak goreng dan sabun cuci piring.
"Cat silver sama minyak goreng itu Rp 100.000, tapi bisa lah dipakai sampai seminggu. Pakai minyak goreng itu biar mengkilat juga, sabun cuci piring untuk bersihinnya nanti," kata dia.
Baca juga: Dinsos Jakpus Imbau Warga Tak Beri Uang ke Manusia Silver
"Pertama kali (jadi manusia silver) rasanya aneh, kayak kita mandi minyak. Tapi udah kebiasaan ya sudah," sambung dia.
Ardi mengaku membeli cat dari temannya yang juga sudah lebih dulu menekuni pekerjaan sebagai manusia silver. Ia pun tak tahu persis apakah bahan-bahan dari cat itu aman bagi kulit.
Sejak menjadi manusia silver, ia memang mengalami iritasi dan gatal-gatal. Namun rasa gatal itu ia hiraukan demi menyambung hidup.
"Ya mau bagaimana lagi, namanya kehidupan," ujarnya
Selain risiko terkena penyakit kulit, ada risiko lainnya yang mengincar para manusia silver, yakni razia Satpol PP. Ardi pun mengaku pernah sekali terjaring razia. Ia dibawa ke kantor Dinas Sosial dan mendapat hukuman.
"Waktu itu disuruh senam tentara, push up, guling-guling, ya capek juga," kata warga Kota Bambu, Palmerah ini.
Meski pernah terjaring razia, Ardi tak kapok menjadi manusia silver. Pekerjaan ini tetap ia lakoni karena kebutuhan hidup. Apalagi, Ardi juga sudah beristri dan mempunyai anak balita yang harus dikafkahi.
"Ya kembali lagi namanya hidup," ujarnya.
Ardi sendiri menyadari bahwa yang ia lakukan melanggar aturan. Namun, ia berprinsip lebih baik bekerja seperti ini ketimbang mendapatkan uang dari mencuri atau pekerjaan haram lainnya.
"Hati saya sempat berbisik. Maling aja (dihukum) setahun dua bulan. Pembebasan bersyarat jadi 8 bulan. Jadi manusia silver katanya 8 bulan juga. Mending maling sekalian. Tapi ya saya masih milih yang halal," kata dia.
Ardi pun berpesan ke pemerintah untuk tidak terlalu keras dengan para manusia silver yang mengais rezeki di jalan-jalan ibu kota. Selama para manusia silver mencari uang dengan tertib, ia menilai harusnya tidak menjadi masalah.
Ia pun menyayangkan pernyataan dari Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat yang mengimbau warga tidak memberi ke manusia silver. Namun, ia meyakini masih banyak warga yang tetap mau membantu dan menyisihkan rezekinya.
"Ya namanya balik lagi, manusia itu punya hati nurani. Kebaikan itu enggak bisa diatur sama orang," ujar dia.
Meski sudah hampir 8 bulan menjadi manusia silver, namun ia tak bercita-cita untuk melakoni pekerjaan ini selama-lamanya. Jika pandemi sudah usai, Ardi ingin berjualan di pasar malam lagi.
Apalagi, penghasilannya di pasar malam lebih besar dibandingkan menjadi manusia silver.
"Kalau dagang itu sehari bisa dapat Rp 120.000, bersih," katanya.
Berjualan di pasar malam juga tentunya tidak beresiko menimbulkan kulit gatal atau pun terjaring razia satpol PP. Oleh karena itu, Ardi berharap pandemi segera berlalu dan kehidupannya bisa normal kembali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.