JAKARTA, KOMPA.com - Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terkait kasus penganiayaan hingga tewas, yang melibatkan 11 oknum TNI telah digelar di Pengadilan Militer II-08, Penggilingan, Jakarta timur, Selasa (17/11/2020).
Ke-11 terdakwa diancam pidana dengan Pasal 351 Ayat 1 Jo Ayat 3 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Berikut fakta-fakta dalam persidangan tersebut:
Masing-masing terdakwa dituntut hukuman penjara dengan lama waktu yang berbeda.
Dua orang di antaranya mendapat tambahan hukuman pemecatan dari TNI Angkatan Darat.
Baca juga: Terlibat Kasus Penyiksaan Berujung Kematian, 11 Oknum TNI Segera Dituntut di Pengadilan Militer
Pembacaan tuntutan itu dilakukan Oditur Militer, Letkol Chk Salmon Balubun dengan keterangan sebagai berikut:
1. Letda Cba Oky Abriansyah dengan pidana pokok penjara selama 2 tahun, dikurangi selama masa penahanan. Sementara pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD.
2. Letda CBa Edwin Sanjaya dengan pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
3. Serka Endika Sanjaya dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
4. Sertu Junaedi dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
5. Serda Erwin Ilhamsyah dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
6. Serda Galih Pangestu dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
7. Serda Hatta Rais dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
8. Serda Mikhael Julianto Purba dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
Pidana tambahan, dipecat dari dinas militer TNI AD.
9. Serda Prayogi Dwi Firman Hanggalih dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
10. Praka Yuska Agus Prabakti dengan pidana oenjara selama 1 tahun 2 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
11. Praka Albert Panghiutan Ritonga dengan pidana oenjara selama 1 tahun 6 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan sementara.
Kasus ini bermula ketika korban bernama Jusni, pada 9 Februari 2020 bertemu dengan teman-temannya di sebuah kafe di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Saat itu Jusni hendak melamar pekerjaan dari teman-temannya yang baru turun dari berlayar.
Kemudian Jusni dan teman-temannya terlibat perkelahian dengan beberapa orang, yang salah satu di antaranya merupakan anggota TNI.
Baca juga: 11 Oknum TNI Terlibat Penganiayaan hingga Tewas, Dituntut Penjara, 2 Orang Ditambah Pemecatan
Jusni dan kawan-kawan sempat melarikan diri setelah salah satu dari kelompok lawan mengancam akan mengeluarkan senjata.
Tak lama kemudian datang 10 orang lagi yang mengejar, lalu menangkap Jusni.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan KontraS, Jusni mengalami penyiksaan di tiga lokasi berbeda yakni di depan Masjid Jamiatul Islam, Jalan Enggano, dan Mess Perwira Yonbekang 4/Air.
Jusni meninggal dunia 13 Februari 2020 setelah sempat dilarikan ke rumah sakit.
Pihak keluarga melalui kuasa hukumnya, Maulana mengungkapkan rasa kecewa atas tuntutan itu.
Menurut Maulana, semua terdakwa seharusnya menerima hukuman pemecatan, karena mereka sama-sama melakukan pemganiayaan yang menyebabkan nyawa Jusni melayang.
Baca juga: Keluarga Korban Kecewa, Hanya 2 Oknum TNI Penganiaya Berujung Kematian yang Dituntut Pemecatan
"Iya pihak Kami merasa kecewa sekali atas tuntutan yang dibacakan, karena hanya dua terdakwa yang kemudian di tambahkan hukuman pemecatan," kata Maulana saat ditemui usai sidang.
"Tanggapan kami sebagai pihak keluarga itu seharusnya semua ditambahkan hukuman pemecatan, karena mereka melakukan penganiayaan itu secara bersama-sama," sambungnya.
Merasa tidak puas dengam tuntutan itu, Maulana berujar, pihaknya berencana membuat pengaduan ke Komnas HAM dan Komisi Yudisial untuk meminta bantuan.
"Kami dari pihak keluarga untuk mengupayakan mau mengadukan di Komnas HAM dan Komisi Yudisial terkait masalah perkara ini," ujar Maulana.
Maulana menilai, pasal yang dituntut meringankan terdakwa dan tidak berpihak pada korban.
"Kami melihat bahwa tidak sesuai apa yang kemudian dibacakan oleh oditur terkait masalah tuntutan yang tidak berpihak pada kemanusiaan," tutur Maulana.
"Artinya pasal yang didakwakan 351 ayat 3 dan pasal 55, seharusnya dalam tanggapan saya selaku kuasaan hukum keluarga korban bahwa seharusnya pasal 170 ayat 2 poin 3 yang mengakibatkan matinya seseorang," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.