Sejak saat itu, reuni 212 terus digelar setiap tahun di area Monas.
PA 212 pun mengajukan kembali izin penggunaan Monas pada tahun ini meski pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Ketua PA 212 Slamet Maarif menyebutkan, pihaknya sudah mengirimkan surat ke Pemprov DKI sejak tiga bulan lalu atau pada Agustus. Namun, tak kunjung ada kepastian yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Kepastian baru muncul setelah Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab pulang ke Indonesia. Kedatangan Rizieq sejak Selasa (10/11/2020) memicu kerumunan massa yang dianggap melanggar protokol kesehatan dan bisa memperluas penyebaran Covid-19.
Baca juga: Setelah Kerumunan di Acara Rizieq, Wagub Minta Dinkes Tracing Covid-19 di Petamburan
Kerumunan itu pun berbuntut panjang. Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar dicopot karena dianggap tak bisa menegakkan protokol kesehatan di wilayahnya.
Gubernur Anies Baswedan dan jajaran di bawahnya yang terkait dengan kerumunan Rizieq juga dipanggil oleh polisi.
Rizieq pun didenda Rp 50 juta oleh Satpol PP karena dianggap melanggar protokol kesehatan saat menggelar acara pernikahan putrinya sekaligus peringatan Maulid Nabi di kediamannya di daerah Petamburan, Jakarta Pusat.
Syarat dari PA 212
FPI, GNPF-U, dan PA 212 pun maklum jika acara reuni 212 yang biasa digelar setiap tahun kini harus ditiadakan karena kekhawatiran penularan Covid-19.
Namun, ketiga organisasi itu meminta pemerintah bersikap adil dengan turut melarang dan menindak aktivitas pilkada yang menimbulkan kerumunan.
"Jika ada pembiaran kerumunan oleh pemerintah, maka reuni 212 tahun 2020 akan tetap digelar di waktu yang tepat," demikian bunyi siaran pers yang diterbitkan FPI, GNPF-Ulama, dan PA 212.
Baca juga: FPI Ancam Tetap Gelar Reuni 212 jika Pemerintah Biarkan Kerumunan Pilkada
Kuasa hukum FPI Aziz Yanuar menilai polisi tidak adil karena hanya mempermasalahkan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan Rizieq Shihab.
Padahal, banyak kegiatan lain di berbagai daerah yang menimbulkan kerumunan, tetapi tidak ditindak. Salah satunya adalah kerumunan pilkada. Ia pun mencontohkan kerumunan yang terjadi saat putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, mendaftarkan diri sebagai calon wali kota Solo.
"Gibran daftar wali kota Solo, ngumpul banyak massa, enggak pakai masker, enggak jaga jarak, enggak masalah," kata Aziz.
Selain itu, ia juga mencontohkan pasangan lainnya yang juga diusung PDI-P di Kota Surabaya, Eri Cahyadi-Armuji. Ia menilai paslon tersebut telah melanggar protokol kesehatan dan menciptakan kerumunan saat mendaftar ke KPU Surabaya. Namun, ia menyayangkan tak ada penindakan dari aparat terkait.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.