JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menyatakan, dalam melindungi anak-anak dari kekerasan, dibutuhkan kerja sama berbagai pihak, terutama dari masyarakat yang tinggal berdampingan dengan anak.
"Ibaratnya, perlindungan anak itu perlu kerja sama sekampung," ujar Seto saat dihubungi, Jumat (20/11/2020).
Hal tersebut disampaikan Seto menanggapi kasus pelecehan seksual terhadap anak yang baru-baru ini terjadi di salah satu ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) yang berlokasi di Meruya Utara, Jakarta Barat.
Pria yang akrab dipanggil Kak Seto itu mengakui bahwa di masa pandemi, khususnya dengan diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), anak-anak semakin terekspos berbagai bentuk kekerasan.
"Pandemi ini memang banyak menghasilkan banyak pelanggaran hak anak. Pelaku biasanya orang terdekat," kata dia.
Baca juga: Predator Anak di Meruya Utara: 20 Kali Lecehkan Bocah di RPTRA dengan Iming-iming Uang
Sebab, pada masa psbb, anak-anak tidak pergi ke sekolah seperti biasanya sehingga tidak ada pengawasan dari sekolah.
Sementara itu, orangtua dari anak biasanya sibuk bekerja.
Karena itu, Seto menegaskan bahwa perlu ada kerja sama dari masyarakat sekitar, termasuk pengurus rukun tetangga (RT) maupun rukun warga (RW).
"Pelibatan masyarakat dalam mengontrol itu penting. Perlindungan anak bisa dimulai dari RT. Berdayakan juga pengurus RT dan RW. Harus saling mengawasi. Buat kegiatan yang berguna untuk anak," tambah Seto.
Bahkan, Seto mengungkapkan bahwa diperlukan pembentukan seksi perlindungan anak dalam kepengurusan RT.
Baca juga: Polisi: Predator Anak di RPTRA Imingi Korbannya dengan Uang
Namun demikian, ia menegaskan bahwa komunikasi efektif di antara anak dengan orangtuanya tetap menjadi hal paling utama dalam mencegah kekerasan terjadi.
"Nomor satu harus kewaspadaan dan komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak," tambah Seto.
Dalam kasus pelecehan anak baru-baru ini, Seto juga mengingatkan agar korban segera mendapatkan perawatan yang diperlukan.
"Kita sering hanya fokus pada pelaku, tapi mohon jangan lupakan korban!" ujarnya.
Seto menyatakan bahwa dibutuhkan bantuan profesional untuk mendampingi anak dalam menjalankan terapi.
"Yang paling penting korban harus melakukan treatment psikologi atau terapi. Ya harus ada penanggulangan itu karena kalau tidak dampaknya anak juga bisa jadi pelaku di kemudian hari," tutur Seto.
Baca juga: Kasus Predator Anak di RPTRA, Polisi Dalami Kemungkinan Adanya Korban Lain
Polsek Kembangan sebelumnya meringkus seorang pelaku kekerasan seksual kepada anak di bawah umur pada 17 Oktober 2020.
Diketahui, pelaku berinisial ML (49) juga merupakan petugas honorer RPTRA Meruya Utara.
Hingga kini, polisi tengah mendalami kemungkinan adanya korban lain.
"Korban baru satu, kami akan dalami lagi. Jika ada korban lainnya kami masih telusuri," kata Kapolsek Kembangan Kompol Imam Irawan, Rabu (18/11/2020).
ML melecehkan seorang bocah berinisial AA (14) di RPTRA tempatnya bekerja.
ML memanfaatkan situasi RPTRA yang tidak ramai didatangi pengunjung pada masa PSBB ini.
AA mengaku telah dilecehkan oleh ML sebanyak 20 kali. Ia diiming-imingi sejumlah uang agar tak membeberkan tindakan ML padanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.