"Sudah beberapa kali kita mengadakan setengah kamar untuk tetap mengikuti (kesepakatan)," kata Ika saat dikonfirmasi, Rabu (18/11/2020).
Pihak buruh kemudian dalam hasil lobi mau menurunkan standar kenaikan UMK yang semula diusulkan sebesar 13,7 persen.
"Sempat turun menjadi 8 sekian persen, lalu menjadi 7,74 terus dan akhirnya bertahan di 5,03 persen itu," kata Ika.
Angka usulan dari pihak buruh mendapatkan penolakan dari kelompok pengusaha dan Pemkot Bekasi.
Angka kenaikan 4,21 persen yang akhirnya disepakati muncul sebagai opsi lain.
Baca juga: Sah, UMK Depok 2021 Naik Jadi Rp 4,3 Juta
Voting di internal Depeko untuk mengambil keputusan. Angka yang menjadi pilihan saat itu 4,21 persen dan 5,03 persen.
Voting dilakukan oleh pemerintah dan buruh.
Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memilih abstain lantaran menolak kenaikan upah minimum.
"Dari sisi pengusaha sebenarnya, harapannya tahun depan tidak ada beban kenaikan biaya-biaya lagi termasuk biaya gaji karyawan. Sebaiknya tidak ikut memutuskan adanya kenaikan ini," kata Ketua Apindo Kota Bekasi Purnomo Narmiadi saat dihubungi, Rabu.
Para pengusaha keberatan jika harus membayar upah lebih tinggi lantaran kondisi ekonomi yang sedang sulit di tengah pandemi Covid-19.
Banyak usaha yang tak berkembang hingga akhirnya harus mengurangi jumlah karyawan selama beberapa bulan terakhir.
Namun di sisi lain, kata Purnomo, banyak pengusaha yang merasa tidak kuat membayar gaji jika UMK sebesar itu.
"Inilah buah simalakama. Karena berkaitan dengan legal formal ketentuan pemerintah. Kalau sudah jadi putusan pemerintah mau enggak mau pengusaha harus tunduk, karena enggak dilaksanakan ada sanksi," kata Purnomo.
Buruh awalnya anggap terlalu rendah
Anggota Dewan Pengupahan Kota Unsur Serikat Pekerja, Rudolf menilai, kenaikan UMK sebesar 4,21 terlalu rendah dan tak sebanding dengan kebutuhan buruh pada tahun depan.