Tahun ini Pemkot Depok kembali mengusulkannya ke DPRD dan rancangan peraturan itu lolos ke tahap pembahasan.
Baca juga: Jawaban Tak Nyambung, Afifah Disebut Tak Paham KUA-PPAS oleh Lawannya Saat Debat Pilkada Depok
Draf berisi pasal-pasal secara rinci itu tak lagi disertakan. Pemkot Depok hanya mengusulkan garis besar raperda dalam bentuk naskah ringkas/executive summary.
Dalam naskah ringkasnya, urusan privat warga tak dicampuri terlalu jauh seperti dalam naskah tahun lalu.
Raperda Kota Religius yang diusulkan tahun ini justru terkesan menjamin setiap kegiatan keagamaan di Kota Belimbing itu memiliki payung hukum.
Dalam naskah ringkas yang dikirimkan oleh Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Depok kepada Kompas.com, sistematika raperda Kota Religius terdiri dari 7 bagian.
Secara khusus, pada Bab II Pemkot Depok menyatakan bahwa raperda ini bertujuan untuk "memberikan landasan secara yuridis dalam upaya memberikan perhatian dan upaya yang lebih luas untuk terwujudnya hal yang dimaksudkan".
Bagian utama ada di Bab III dan IV, meskipun patut dicatat bahwa belum ada turunan ketentuan yang saklek untuk bisa dijadikan pegangan, sehingga ketentuan di bawah ini masih multitafsir.
Pada Bab III berjudul "Pemeliharaan Keyakinan Beragama", dinyatakan bahwa "pemeliharaan, peningkatan dan penjagaan keyakinan beragama dilakukan oleh seluruh pemeluk agama sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing".
Pemerintah daerah ditugasi untuk memfasilitasi upaya tadi sesuai dengan porsi kewenangannya -- porsi kewenangan ini belum diatur sejauh apa.
Baca juga: Jawaban Tak Nyambung, Afifah Disebut Tak Paham KUA-PPAS oleh Lawannya Saat Debat Pilkada Depok
Lembaga keagamaan juga dapat bantu membina dan membimbing umatnya, dengan pemerintah daerah berperan memfasilitasi sesuai porsi kewenangannya -- lagi, porsi kewenangan ini belum diatur sejauh apa.
Kemudian, setiap pengusaha baik perorangan atau badan wajib memberi kesempatan kepada pegawai untuk beribadah sesuai agama masing-masing.
Para pekerja juga harus disediakan sarana ibadah yang layak sesuai ketentuan undang-undang.
Ketentuan penyediaan sarana ibadah yang layak ini juga meliputi tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan.
"Pemerintah daerah sesuai kewenangan dan kemampuannya memfasilitasi pengembangan sarana/ prasarana peribadatan, seperti pemberian hibah pembangunan tempat ibadah dan pengembangan sarpras lainnya," tulis raperda itu.
Ada 6 agama yang diakui pemerintah Indonesia, lantas apakah ada 6 sarana ibadah di dalam kantor atau mal?