JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Zita Anjani mendukung pembelajaran tatap muka.
Menurut dia, sekolah dan anak-anak merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Namun, ketika ditanya mengenai bagaimana jika ada orangtua yang menolak keputusan ini, Zita mengaku optimistis bahwa Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mampu menerapkan protokol kesehatan di sekolah.
"Enggak usah bicara yang belum-belum. Saya rasa orangtua senang anak bisa kembali sekolah, peran pemerintah sangat penting dalam membantu sekolah menerapkan protokol kesehatan dengan baik," tutur Zita kepada Kompas.com, Minggu (23/11/2020).
Zita kemudian mengungkapkan alasannya mendukung mendukung keputusan ini. Menurut dia, banyak anak yang menjadi korban ketika pembelajaran jarak jauh diterapkan.
Baca juga: Kebijakan soal Belajar Tatap Muka Dinilai Pecahkan Kebuntuan Pembelajaran Jarak Jauh
Contohnya, kasus anak yang menjadi korban bunuh diri akibat tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh di Kalimantan, atau kasus ibu yang membunuh anaknya lantaran emosi saat membantu anaknya sekolah online.
Zita memberikan data yang dirilis oleh i-Ready Digital Instruction and Assesment Software yang menyebutkan hanya ada 60 persen orang dengan pendapatan rendah yang dapat login di situs pembelajaran online.
Sedangkan bagi orang berpendapatan tinggi, sebanyak 90 persen di antaranya mampu untuk login di situs pembelajaran online.
Data tersebut, menurut Zita, menunjukkan bahwa pembelajaran jarak jauh turut mendiskrimanasi pendidikan.
Dia juga menyebut penelitian di Irlandia memeparkaan bahwa dari 56.000 siswa sekolah yang dites Covid-19, hanya ditemukan dua kasus anak yang menularkan ke orangtuanya.
Baca juga: Dukung Pembelajaran Tatap Muka, Pimpinan DPRD DKI Dorong Pemprov Bagikan Masker
"Oleh karenanya, saya percaya bahwa sekolah tidak akan menjadi klaster, Gugus Tugas tidak perlu khawatir soal itu," tutur Zita.
Keputusan untuk membuka kembali sekolah diucapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Menurut Nadiem, keputusan pembelajaran tatap muka atau masih belajar di rumah ada pada pemerintah daerah (pemda), komite sekolah, dan orangtua.
Apabila pemda dan komite sekolah masing-masing daerah memutuskan melanjutkan pemebelajaran dari rumah secara penuh, maka daerah itu tidak boleh melaksanakan belajar tatap muka.
Akan tetapi Nadiem menegaskan bahwa belajar tatap muka tidak diwajibkan karena masih masa pandemi Covid-19.