Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

Dudung Abdurachman, Loper Koran Jadi Jenderal

Kompas.com - 25/11/2020, 05:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Luwes seperti sipil, tegas seperti Militer

Yang baru pertama kali berjumpa dengan Pak Dudung, pasti terkaget-kaget, karena sapaan pertamanya selalu, “Halo, apa kabar” dengan suara tinggi dan bernada gembira.

Sangat jarang ia menyapa formal, selamat pagi atau selamat siang.

Dudung lahir di Bandung, 19 November 1965, di tengah keluarga yang sangat sederhana, sebagai anak ke-6 dari 8 bersaudara.

Ayahnya, almarhum Achmad Nasuha, seorang PNS TNI Perbekalan dan Angkutan Kodam (Bekangdam) Kodam III/Siliwangi.

Ibunya, almarhumah Nasiyati seorang ibu rumah tangga. Mereka sekeluarga tinggal di sebuah barak sederhana di Jalan Belitung, yang bahkan pernah runtuh atapnya di tengah hujan lebat.

Sang Ayah meninggal karena sakit, dan Dudung menjadi yatim ketika dia berusia 12 tahun.

Ibunya kemudian melanjutkan amanah sebagai kepala rumah tangga membesarkan anak-anak dengan prihatin, mencari nafkah dengan membuat juadah dalam tampah, yang dijual di sekitar tempat tinggal mereka.

Hari-hari masa kecilnya dilalui dalam tuntunan agama Islam yang kuat, disertai falsafah etnis Sunda yang melekat, membekas di masa dewasa Dudung.

Selain itu, ayah juga sering berkisah tentang kakek Dudung yang seorang laskar rakyat yang ikut mempertahankan kemerdekaan di masa revolusi fisik.

Para tetangga yang sesama keluarga tentara di barak itu, mengenal Dudung sebagai remaja yang penolong, suka olahraga, periang, jago bermain gitar dan rajin membantu pekerjaan rumah tangga.

Ia selalu riang, banyak senyum, aktif di OSIS dan selalu bergitar kemana-mana dengan lagu-lagu Pance Pondaag yang menjadi favoritnya.

Penyuka olahraga tenis meja ini menempuh pendidikan menengah sampai lanjutan atas di Bandung sambil membantu mencari nafkah dengan berjualan kue tampah dan menjadi loper koran di sekitar sekolah dan tempat tinggalnya.

Loper koran sampai penjual klepon

Teman-teman SMA-nya tidak ada yang tahu “pekerjaan” utamanya ini. Seorang sahabat SMA-nya, di subuh buta melihat Dudung melintas cepat di depannya dengan mengayuh sepeda dan bertopi lebar.

Setumpuk koran tersampir di besi tengah sepedanya. Ia melemparkan Pikiran Rakyat dan Kompas ke halaman-halaman rumah pelanggan.

Cepat saja, karena setelahnya tugas lain menanti: mengantarkan juadah di dalam tampah hasil karya ibundanya ke kantin Makodam III/Siliwangi.

Kembali ke rumah, ia masih mencuci setumpuk pakaian kotor sekeluarga, dan baru setelah itu makan siang dan persiapan belajar menjelang masuk sekolah.

Cita-cita jadi tentara menghinggapi hampir semua anak lelaki yang tinggal di barak itu. Perang-perangan, dan adu lomba ketangkasan khas anak kolong, menjadi mainan mereka sehari-hari.

Dudung selalu jadi komandan dalam permainan ini. Lalu, apa yang kemudian mendorong penyuka musik campursari Jawa ini bertekad kuat menjadi perwira, bukan cuma tentara?

Awalnya sebuah kejadian di pagi hari. Dudung terbiasa mengantar kue tampah ke kantin di dalam Makodam III/Siliwangi, ketika matahari telah naik sepenggalah.

Semua tamtama di pos penjagaan telah mengenalnya dengan baik. Maka, ia terbiasa menjunjung tampah penuh kue melewati pos jaga, hanya diiringi suara permisi dan kepala yang mengangguk.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terjerat Kasus Penistaan Agama, TikTokers Galihloss Terancam 6 Tahun Penjara

Terjerat Kasus Penistaan Agama, TikTokers Galihloss Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Banyak Warga Jakarta Disebut Belum Terima Sertifikat Tanah dari PTSL

Banyak Warga Jakarta Disebut Belum Terima Sertifikat Tanah dari PTSL

Megapolitan
Heru Budi Minta Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Perekonomian Jakarta

Heru Budi Minta Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Perekonomian Jakarta

Megapolitan
Agusmita Terancam 15 Tahun Penjara karena Diduga Terlibat dalam Kematian Kekasihnya yang Sedang Hamil

Agusmita Terancam 15 Tahun Penjara karena Diduga Terlibat dalam Kematian Kekasihnya yang Sedang Hamil

Megapolitan
Begal Remaja di Bekasi Residivis, Terlibat Kasus Serupa Saat di Bawah Umur

Begal Remaja di Bekasi Residivis, Terlibat Kasus Serupa Saat di Bawah Umur

Megapolitan
Mayat Laki-laki dalam Kondisi Membengkak Ditemukan di Kamar Kontrakan Depok

Mayat Laki-laki dalam Kondisi Membengkak Ditemukan di Kamar Kontrakan Depok

Megapolitan
4 Anggota Polda Metro Jaya Terlibat Pesta Narkoba, Kompolnas: Atasan Para Pelaku Harus Diperiksa

4 Anggota Polda Metro Jaya Terlibat Pesta Narkoba, Kompolnas: Atasan Para Pelaku Harus Diperiksa

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Pelaku Sindikat Pencurian Motor di Tambora

Polisi Tangkap 3 Pelaku Sindikat Pencurian Motor di Tambora

Megapolitan
Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Megapolitan
Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Megapolitan
Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Megapolitan
Polisi Tangkap Begal Remaja yang Beraksi di Jatiasih dan Bantargebang Bekasi

Polisi Tangkap Begal Remaja yang Beraksi di Jatiasih dan Bantargebang Bekasi

Megapolitan
Jangan Khawatir Lagi, Taksi 'Online' Dipastikan Boleh Antar Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Jangan Khawatir Lagi, Taksi "Online" Dipastikan Boleh Antar Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com