FPI berhasil memelopori sebuah aksi masif yang berpusat di halaman Monas pada tanggal 2 Desember 2016.
Demonstrasi besar-besaran yang dihadiri ribuan umat Islam ini menuntut dipenjarakannya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, gubernur Jakarta pada saat itu, pasca pidatonya yang kontroversial di Kepulauan Seribu.
Sejumlah pihak mengeklaim bahwa aksi ini dihadiri oleh 2 juta orang. Tidak ada angka pasti terkait jumlah demonstran pada saat itu, namun massa yang menggunakan atribut serba putih itu terlihat memadati halaman Monas hingga area Bundaran Hotel Indonesia, yang terpisah sejauh hampir 3 kilometer.
Baca juga: Rizieq Hadiri Reuni 212 Daring Pakai Masker dan Face Shield, Shooting dari Studio Terpisah
3. Penyambutan besar-besaran Rizieq di Bandara Soekarno Hatta
Ribuan orang, termasuk anggota FPI, memadati Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Banten pada Selasa (10/11/2020) untuk menyambut kepulangan imam besar mereka dari Arab Saudi.
Rizieq diketahui telah meninggalkan tanah air sejak 26 April 2017 saat dirinya menghadapi tuduhan chat berkonten pornografi dengan seorang wanita bernama Firza Hussein.
Kerumunan ini telah menyebabkan akses tol menuju bandara lumpuh, yang menyebabkan sejumlah penumpang dan pilot gagal terbang.
Selain mengganggu operasional bandara, aksi massa ini juga menuai banyak kritikan karena berlangsung di tengah pandemi Covid-19 dan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang mengharuskan warga untuk tetap menjaga jarak demi menghindari penularan virus.
Baca juga: Rizieq Shihab dan Menantunya Tak Penuhi Panggilan Polisi, FPI: Karena Kesehatan
Menurut Kementerian Dalam Negeri, FPI saat ini tidak lagi terdaftar sebagai ormas pasca berakhirnya masa izin organisasi tersebut pada Juni 2019.
Kemendagri pun diketahui enggan untuk menerbitkan surat ketarangan terdaftar (SKT) baru untuk FPI karena organisasi ini dinilai memiliki pandangan yang tidak sesuai dengan Pancasila.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan bahwa, di dalam visi dan misi FPI, terdapat penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah. Salah satu wujud dari konsep ini adalah penegakan hisbah, yang disebut oleh Tito sebagai cara main hakim sendiri di lapangan.
"Nah ini perlu diklarifikasi. Karena kalau itu dilakukan, bertentangan dengan sistem hukum Indonesia. Enggak boleh ada ormas yang melakukan penegakan hukum sendiri," ujarnya, seperti yang dikutip oleh Tribunnews.
Tito menambahkan bahwa kata NKRI bersyariah turut muncul dalam visi dan misi FPI. Ideologi tersebut tidak sesuai dengan ideologi NKRI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.