"Jihad tidak selamanya bermakna negatif karena menuntut ilmu atau berdakwa juga bisa diartikan sebagai jihad. Sehingga kalau mau berjihad, dapat dilakukan dalam menuntut ilmu atau berdakwa,” kata dia.
Baca juga: Polisi Usut Pembuat Video Ajakan Jihad dalam Azan yang Viral di Media Sosial
Kalla menegaskan bahwa masjid tidak boleh digunakan sebagai tempat untuk menyebarkan ajaran radikal dan mengajak pertikaian antarumat beragama.
“Masjid jangan dijadikan tempat untuk kegiatan yang menganjurkan pertentangan,” kata mantan Wakil Presiden itu.
Kalla menyampaikan pesan tersebut saat melakukan rapat virtual bersama pengurus DMI dan pemuda-remaja masjid se-Indonesia dari kantor DMI di Jakarta, Selasa.
Kepada seluruh pengurus masjid di daerah, Kalla mengingatkan kembali regulasi dan prinsip DMI bahwa masjid tidak boleh dijadikan tempat kampanye.
“Kita harus menjaga masjid, tidak boleh membawa masalah perbedaan pilihan ke masjid,” kata Kalla.
Terkait video tentang seruan jihad dalam kumandang azan, Kalla menegaskan hal itu salah.
Seruan jihad harus diluruskan sebagai sesuatu yang bermakna baik, bukan sebagai ajakan berbuat kekerasan dengan mengatasnamakan Islam.
"Jihad jangan dijadikan seruan untuk membunuh, membom atau saling mematikan; karena itu bisa menimbulkan aksi teror seperti yang akhir-akhir ini terjadi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah," kata Kalla menegaskan.
Tidak relevan
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengatakan, tidak relevan jika jihad perang dikaitkan dengan situasi Indonesia saat ini.
"Jika seruan itu dimaksudkan memberi pesan berperang, jelas tidak relevan. Jihad dalam negara damai seperti Indonesia ini tidak bisa diartikan sebagai perang," kata Zainut.
Ia belum bisa menyimpulkan maksud dari konten adzan yang viral tersebut. Jika itu dimaksudkan untuk menyampaikan pesan perang di Indonesia, maka tidak relevan karena saat ini dalam situasi damai.
Untuk itu, Wamenag mengajak pimpinan ormas Islam dan para ulama untuk bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak terjebak pada penafsiran tekstual tanpa memahami konteks dari ayat Al Quran atau Al Hadits.
Pemahaman agama yang hanya mendasarkan pada tekstual, kata dia, dapat melahirkan pemahaman agama yang sempit dan ekstrem.
Apapun motifnya, video tersebut bisa berpotensi menimbulkan kesalahan persepsi di masyarakat.
"Di sinilah pentingnya pimpinan ormas Islam, ulama dan kiai memberikan pencerahan agar masyarakat memiliki pemahaman keagamaan yang komprehensif," kata dia.
Dalam menyikapi persoalan tersebut, Zainut meminta setiap pihak untuk menahan diri, melakukan pendekatan secara persuasif dan dialogis sehingga bisa menghindarkan diri dari tindakan kekerasan dan melawan hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.