Gereja tertua di Jakarta warisan dari Pemerintah Kolonial Belanda ini kental dengan nuansa Eropa.
Dibangun pada 1693, gereja ini memiliki ciri khas langgam Romanesque, yang terlihat pada pilar-pilar dengan busur melengkung di pintu masuk bangunan ini.
Gereja Sion berada di Jalan Pangeran Jayakarta 1, pertemuan Jalan Pangeran Jayakarta dan Mangga Dua Raya, Jakarta Barat.
Lokasinya sekira 200 meter dari Stasiun Kereta Api Jakarta Kota (Beos). Saat ini bangunan gereja termasuk dalam bangunan cagar budaya golongan A yang dilindungi.
Gereja dibangun dengan fondasi 10.000 batang kayu dolken atau balok bundar. Hal tersebut dilakukan saat itu agar gereja menjadi bangunan anti gempa.
Pembangunan gereja berdasarkan rancangan Mr E. Ewout Verhagen dari Rotterdam.
Seluruh tembok bangunan terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan campuran pasir dan gula tahan panas.
Baca juga: Natal di Gereja Katedral di Tengah Pandemi: Waktu Ibadah Dikurangi, Jemaah Dibatasi
Ciri khas dari gereja ini adalah ornamen mimbar dan orgel pipa bergaya Baroque yang dikenal memiliki bentuk-bentuk dramatis dan dihiasi ukiran secara intensif.
Mimbar ini berbentuk cawan setinggi sekitar 2,5 meter yang dipenuhi ukiran. Bangunan yang dulunya Gereja Katolik itu kini menjadi Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Jemaat Sion.
Gereja Sion dengan total luas luas 6.275 meter persegi ini mampu menampung hingga 1.000 jemaat.
Di depan gereja terdapat lonceng tua yang tingginya nyaris 10 meter. Lonceng itu masih asli dari tahun 1675 dan hingga saat ini lonceng berwarna emas itu masih dipergunakan.