JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta sebagai kota kosmopolitan merupakan tempat pertemuan bermacam etnis, suku, dan budaya.
Secara toponimi, penamaan tempat dan wilayah di kota ini kerap dilakukan berdasarkan sejumlah hal seperti bentuk fisik lingkungan hingga nama pemilik lahan.
Selama 493 tahun Jakarta berdiri, ada banyak daerah yang secara fisik sudah berubah namun tetap memiliki nama yang merujuk pada kondisinya dahulu.
Berikut rangkuman sejumlah asal usul nama wilayah di Jakarta, berdasarkan sejumlah sumber. Di antaranya buku Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta karya Rachmat Ruchiat, Tenabang Tempo Doeloe karya Abdul Chaer, dan Lexicografi Sejarah dan Manusia Betawi IV karya Ridwan Saidi.
Baca juga: Perda Tata Ruang Jakarta Siap Diubah, Begini Penjelasan Wagub DKI
Nama Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, muncul karena kawasan itu dulunya merupakan hutan yang banyak ditumbuhi pohon buah menteng.
Kawasan yang dulunya merupakan kampung mulai tumbuh menjadi permukiman menengah atas, sekitar tahun 1912, kala Pemerintah Belanda membangun perumahan pegawainya di sana.
Menteng dipilih karena kawasannya asri, nyaman, dan indah. Sebuah kriteria permukiman yang digemari oleh masyarakat Eropa dan pribumi kelas menengah atas, sehingga tidak heran jika kini terdapat banyak rumah mewah dan megah di kawasan ini.
Beberapa di antaranya masih mempertahankan bentuk bangunan era kolonial Belanda.
Saat ini Menteng dikenal dengan keberadaan taman-taman terbuka. Taman terbesar adalah Taman Suropati, kemudian Taman Lawang, Situ Lembang, serta Taman Cut Meutia.
Bahkan dulu sempat berdiri Stadion Menteng, yang kini telah beralih fungsi menjadi Taman Menteng.
Hingga akhir abad ke-19, kawasan yang saat ini bernama Tanah Abang dijuluki ‘Nabang’, yang diambil dari nama jenis pohon yang banyak tumbuh di sana.
Dalam penulisan formal zaman Hindia Belanda, diberi partikel “De” sehingga menjadi De Nabang.
Baca juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, Pemprov DKI Jakarta Awasi Penjualan Pangan di Kelapa Gading
Penduduk sekitar kemudian menyebutnya “Tenabang”, sebagai pelesetan dari De Nabang.
Lantaran dikira itu benar, perusahaan jawatan kereta api mencoba “meluruskan” nama tersebut menjadi Tanah Abang.
Pada medio 70-an hingga 80-an, kawasan yang saat ini dikenal sebagai pusat perdagangan tekstil terbesar di Asia Tenggara diketahui merupakan tempat berjualan kambing. Bangunan tersebut kemudian dipugar total menjadi bangunan modern seperti saat ini.
Karet Tengsin merupakan nama sebuah kelurahan yang menjadi bagian dari Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.