DEPOK, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, didesak agar transparan dalam memutus perkara pencabulan terhadap sejumlah anak oleh seorang eks pengurus gereja di Depok, yaitu SPM (45).
Pengacara korban, Azas Tigor Nainggolan, menyoroti soal agenda sidang pembacaan vonis yang tiba-tiba diundur dari yang sedianya digelar Rabu (16/12/2020) kemarin menjadi 6 Januari 2021.
"Saya berharap ini sidang harus jelas, harus transparan majelis hakimnya," kata Tigor ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (17/12/2020).
"Jangan main-main," ujarnya mewanti-wanti.
Ia menganggap janggal sidang yang sedianya pembacaan vonis bagi SPM tiba-tiba berubah jadi penyampaian penundaan pembacaan vonis hingga 3 pekan.
Sidang itu sempat molor dua kali dari jadwal semula pukul 10.00 hingga akhirnya dibuka pukul 14.00 dengan agenda yang berganti.
Kemarin sempat muncul kabar simpang-siur soal alasan molornya sidang karena pihak korban diberi tahu. Sidang disebut ditunda gara-gara penasehat hukum terdakwa tak jelas hadir atau tidak.
Namun, Humas Pengadilan Negeri Depok sekaligus hakim ketua perkara ini, Nanang Herjunanto, kemudiam beralasan bahwa sidang vonis ditunda lantaran "musyawarah majelis hakim belum selesai".
Klaim ini dianggap Tigor tak masuk akal.
"Di awal saya dibilang, sidang ditunda karena penasehat hukum terdakwa enggak jelas. Lah, ini penasehat hukum (akhirnya) datang kok bukan dibuka sidangnya (vonis)?" ucap Tigor.
Baca juga: Sidang Vonis Eks Pengurus Gereja di Depok yang Cabuli Anak-anak Ditunda sampai 2021
"Jadi sangat mencurigakan. Saya akan lapor ke hakim pengawas. Saya nggak tahu nih ada apa. Kalau misalkan dia nggak siap, ya sejak awal diumumkan ditunda dari pagi," ungkapnya.
Sementara itu, Nanang Herjunanto tak berkomentar banyak selain bicara soal kewenangan majelis hakim.
"Bahwasannya pengacaranya tidak ada, kemudian majelis hakim melanjutkan sidang dengan acara penundaan pembacaan putusan, ya itu kewenangan majelis hakim," kata Nanang ketika dihubungi Kompas.com.
SPM ditangkap polisi pada 4 Juni 2020 setelah korban dan pengurus sebuah gereja katolik di Depok menggelar investigasi internal atas keterlibatan SPM dalam kejahatan seksual terhadap anak-anak yang ia seharusnya bimbing dalam kegiatan di gereja.
Tigor menyebutkan, ada lebih dari 20 anak korban kekerasan seksual oleh SPM di gereja dengan rentang waktu kejadian yang berbeda-beda sebab SPM sudah menangani kegiatan anak-anak itu sejak awal tahun 2000.
Dari sedikitnya 20 kasus itu, mayoritas sulit dilaporkan ke polisi karena susahnya mencari alat bukti dan beberapa korban maupun orangtuanya belum siap secara psikis.
SPM dituntut penjara 11 tahun oleh jaksa penuntut umum, ditambah denda Rp 200 juta subsider kurungan 3 bulan, serta ganti rugi sekitar Rp 18 juta untuk 2 korban subsider 3 bulan kurungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.