Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perda Covid-19 DKI Digugat ke MA, M Taufik: Itu Hak Warga

Kompas.com - 18/12/2020, 16:21 WIB
Singgih Wiryono,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan, warga yang tinggal di DKI Jakarta berhak menggugat Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 ke Mahkamah Agung (MA).

"Enggak apa-apa mau gugat, ya, itu kan haknya warga DKI," ujar Taufik saat dihubungi melalui telepon, Jumat (18/12/2020).

Taufik menjelaskan, Perda Covid-19 DKI Jakarta dibuat bukan untuk menghukum masyarakat DKI Jakarta, tetapi untuk membuat masyarakat Jakarta mnejadi lebih sehat.

"Kami (DPRD) dengan pemerintah ingin warga Jakarta semua sehat. Salah satu caranya dengan cara memvaksin. Kalau mau divaksin, menolak, ada kemungkinan penyebaran lewat yang bersangkutan," kata Taufik.

Taufik tidak mempermasalahkan adanya gugatan tersebut.

Baca juga: Perda DKI soal Denda Rp 5 Juta bagi Penolak Vaksin Covid-19 Digugat ke MA

Setiap warga negara yang merasa dirugikan atas perda tersebut, lanjut Taufik, memiliki hak untuk mengajukan gugatan.

"Ya enggak apa-apa, biarkan saja. Kita lihat di putusan MA-nya kayak apa," ucap Taufik.

Sebelumnya, seorang warga yang berdomisili di DKI Jakarta bernama Happy Hayati Helmi melayangkan gugatan judicial review atau uji materi terhadap Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.

Pendaftaran permohonan uji materi tersebut dilakukan pada Rabu (16/12/2020) ke Mahkamah Agung.

Adapun yang digugat adalah Pasal 30 tentang pidana bagi orang yang menolak vaksinasi Covid-19.

Pasal 30 berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000.

Baca juga: Isi Perda Covid-19 yang Baru Berlaku, Sanksi untuk Penolak Vaksin hingga yang Kabur dari Isolasi

Victor Santoso Tandasia sebagai kuasa hukum Happy mengatakan, pemohon tidak memiliki pilihan lantaran isi pasal tersebut bersifat memaksa.

"Paksaan vaksinasi Covid-19 bagi pemohon tentunya tidak memberikan pilihan bagi pemohon untuk dapat menolak vaksinasi Covid-19, karena bermuatan sanksi denda Rp 5 juta," ujar Victor dalam keterangan tertulis, Jumat.

Victor menjelaskan, besaran denda tersebut di luar kemampuan pemohon mengingat denda bisa juga dikenakan kepada keluarga pemohon.

Baca juga: Perda Covid-19 DKI Atur Pembubaran bagi PKL Pelanggar Prokes

Selain itu, ketentuan norma Pasal 30 tersebut tidak menjelaskan bahwa setelah membayar denda, seseorang tidak akan kembali dipaksa melakukan vaksin di kemudian hari.

"Artinya, bisa saja jika pemohon menolak vaksinasi dengan membayar denda, di kemudian hari datang kembali petugas untuk melakukan vaksinasi Covid-19 kepada pemohon dan keluarganya," ucap Victor.

Itulah sebabnya, menurut Victor, pasal denda tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puluhan Barang Pendakian Digondol Maling, Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Rugi Hingga Rp 10 Juta

Puluhan Barang Pendakian Digondol Maling, Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Rugi Hingga Rp 10 Juta

Megapolitan
Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Megapolitan
Alasan Warga Masih 'Numpang' KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Alasan Warga Masih "Numpang" KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Megapolitan
Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Megapolitan
NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

Megapolitan
Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Megapolitan
Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Megapolitan
Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com