JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 didugat ke Mahkamah Agung (MA) untuk uji materi (judicial review).
Gugatan itu didaftarkan Rabu (16/12/2020). Secara khusus, pasal yang digugat ialah pasal mengenai ancaman sanksi jika warga menolak diberi vaksin anti-Covid-19.
Berikut rangkuman Kompas.com tentang sejumlah hal mengenai gugatan perda ini:
1. Dianggap memaksa
Penggugat merupakan warga yang juga berdomisili di DKI Jakarta, bernama Happy Hayati Helmi.
Ia menilai, pasal dalam perda itu memaksa alias tidak memberikan pilihan sama sekali bagi warga menolak vaksinasi.
Baca juga: Perda DKI soal Denda Rp 5 Juta bagi Penolak Vaksin Covid-19 Digugat ke MA
Adapun yang digugat adalah Pasal 30 tentang pidana bagi orang yang menolak vaksinasi Covid-19.
Pasal 30 berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000.
"Paksaan vaksinasi Covid-19 bagi pemohon tentunya tidak memberikan pilihan bagi pemohon untuk dapat menolak vaksinasi Covid-19, karena bermuatan sanksi denda Rp 5 juta," ujar Victor Santoso Tandasia sebagai kuasa hukum Happy dalam keterangan tertulis, Jumat (18/12/2020).
2. Dinilai kurang jelas
Selain itu, ketentuan norma Pasal 30 tersebut dinilai kurang jelas. Apakah setelah membayar denda, seseorang tidak akan kembali dipaksa melakukan vaksin di kemudian hari, tak tercantum di sana.
"Artinya, bisa saja jika pemohon menolak vaksinasi dengan membayar denda, di kemudian hari datang kembali petugas untuk melakukan vaksinasi Covid-19 kepada pemohon dan keluarganya," ucap Victor.
Baca juga: Wagub DKI Persilakan Masyarakat Ajukan Uji Materi Perda Covid-19
Menurut Victor, pasal denda tersebut bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3. Respons pemprov
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mempersilakan siapa pun yang keberatan dengan perda itu untuk melakukan uji materi.
Ia menyebut, perda itu sudah melalui prosedur pembentukan hukum yang benar.
"Ya enggak apa-apa, itu kan Perda disusun oleh Pemprov DKI Jakarta bersama DPRD, disahkan oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta, kalau ada masyarakat kelompok masyarakat organisasi ormas mau pun pribadi-pribadi (keberatan), punya hak (untuk uji materi)," kata Ariza saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Baca juga: Perda Covid-19 DKI Digugat ke MA, M Taufik: Itu Hak Warga
Pemprov DKI Jakarta diklaim akan melakukan evaluasi apabila hasil pembentukan perda dirasa masih kurang baik oleh masyarakat.
“Itu masukan dari masyarakat apa pun bentuknya, akan menjadi perhatian dan pertimbangan kita untuk kita evaluasi ke depan," kata Ariza.
4. "Itu hak warga"
Senada, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan, warga yang tinggal di DKI Jakarta berhak menggugat Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 ke MA
"Enggak apa-apa mau gugat, ya, itu kan haknya warga DKI," ujar Taufik saat dihubungi melalui telepon, Jumat (18/12/2020).
Taufik menjelaskan, Perda Covid-19 DKI Jakarta dibuat bukan untuk menghukum masyarakat DKI Jakarta, tetapi untuk membuat masyarakat Jakarta mnejadi lebih sehat.
"Kami (DPRD) dengan pemerintah ingin warga Jakarta semua sehat. Salah satu caranya dengan cara memvaksin. Kalau mau divaksin, menolak, ada kemungkinan penyebaran lewat yang bersangkutan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.