Masalah bukan hanya pada penebangan pohon dan peruntukan Monas yang dinilai tak tepat oleh sejarawan dan aktivis lingkungan hidup.
Revitalisasi tersebut juga awalnya belum diberikan izin oleh Menteri Sekertaris Negara sebagai komisi pengarah untuk pembangunan kawasan Monas, khususnya untuk pembangunan sirkuit ajang Formula E yang rencananya akan mengitari kawasan Monas.
Meskipun pada akhirnya Menteri Sekretaris Negara Pratikno memberikan izin tersebut dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Pemprov DKI Jakarta.
Kebijakan kontroversi lainnya masih ada hubungannya dengan revitalisasi Monas, yaitu event Formula E yang rencana awalnya akan terselenggara pertengahan tahun 2020 ini.
Balap mobil dengan teknologi motor listrik ini awalnya digadang-gadang akan berlangsung Juni 2020 di sirkuit yang akan dibuat di sisi selatan Monas itu akhirnya harus dibatalkan karena alasan pandemi Covid-19.
Anies mengambil keputusan untuk membatalkan penyelenggaraan Formula E di tahun 2020 tersebut karena turis yang hadir bersama penyelenggaraan Formula E bisa menjadi media penularan wabah Covid-19.
Baca juga: DPRD Kritik Rancangan APBD-P DKI 2020, dari Formula E sampai Dana PEN
"Formula E ini adalah sebuah kegiatan yang dihadiri oleh wisatawan internasional, risiko yang mungkin terjadi terlalu besar bagi Jakarta bila begitu banyak wisatawan datang dari negara-negara yang memiliki virus Corona," ucap Anies, Maret 2020.
Meski batal digelar di tahun 2020, Anies memastikan commitment fee yang dibayar DKI Jakarta senilai Rp 360 miliar tersebut tidak hangus.
Federasi Otomotir Internasional (FIA) dan Formula E Operations (FEO) sudah sepakat dengan penundaan tersebut dan tidak menghanguskan commitment fee yang dibayar menggunakan APBD DKI Jakarta 2019 itu.
Namun polemik tidak berakhir sampai di situ. Krisis akibat pandemi Covid-19 kemudian hadir di Jakarta yang menyebabkan banyak anggaran harus dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Suara-suara desakan datang dari DPRD DKI Jakarta agar uang yang sudah disetorkan ke penyelenggara Formula E ditarik kembali untuk penanggulangan dampak kesehatan dan ekonomi akibat wabah Covid-19.
Belum selesai masalah pandemi Covid-19 melanda warga Jakarta, kebijakan zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 via jalur zonasi DKI Jakarta menambah beban warga Jakarta.
PPDB gaya baru yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta dinamakan PPDB Zonasi Bina RW Sekolah yang pada akhirnya membuat banyak anak-anak sekolah tidak mendapatkan banyak kesempatan untuk masuk sekolah negeri.
"Kami sampaikan di sini, ini hanya untuk lulusan tahun 2020. Khusus untuk tahun 2020. Jadi ini kami harus kami sampaikan. Tapi teknisnya, kami akan selesaikan dan kami akan umumkan segera," kata Nahdiana.
Baca juga: Dilema Arista Setelah Gagal PPDB Jakarta, antara Masuk Swasta dan Putus Sekolah...
Jalur zonasi tersebut diatur berdasarkan wilayah RW dan seleksi juga ditetapkan berdasarkan usia.
Kebijakan baru tersebut juga diklaim sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun ternyata kebijakan tersebut menuai banyak protes dari orangtua para calon peserta didik baru. Mereka melayangkan protes atas kebijakan yang dianggap memprioritaskan siswa berusia tua tersebut.
Bukan hanya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), para orangtua juga melakukan aksi demonstrasi dan melaporkan kebijakan tersebut ke Ombudsman dan menyampaikan keluhan mereka ke DPR RI.
Para orangtua meminta agar PPDB jalur zonasi yang diterapkan Disdik DKI dibatalkan dan diulang dengan menggunakan petunjuk teknis yang lama sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 tahun 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.