JAKARTA, KOMPAS.com - Work from home (WFH) dan tak banyak keluar rumah kini menjadi kebiasaan baru yang muncul di masa pandemi Covid-19.
Lalu, bagaimana dengan nasib alat-alat makeup? Apakah ada yang masih rajin merias wajah di rumah?
Bagi Lisa Joesman, pendiri Goodthingshappen, sebuah gerakan berbagi lewat media sosial, di masa pandemi Covid-19, ada potensi alat-alat makeup menjadi kedaluwarsa karena lama tak terpakai hingga rusak.
Berangkat dari pemikiran potensi mubazirnya alat rias di masa pandemi Covid-19, Lisa menginisiasi gerakan donasi alat-alat makeup untuk disalurkan kepada para perias jenazah.
Alat-alat makeup hasil donasi akan digunakan sebagai media belajar dan para perias jenazah.
“Sebelum pandemi Covid-19 ini, perempuan bekerja ke kantor itu biasanya pakai makeup. Selama pandemi ini kan WFH, makeup itu malah jadi kedaluwarsa dan enggak terpakai,” kata Lisa saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/12/2020).
Baca juga: Cerita Gloria, Perias Jenazah Gratis
Ia bekerja sama dengan Gloria Elsa Hutasoit, seorang perias yang dikenal memberikan jasa gratis untuk merias jenazah.
Dalam perbincangannya bersama Gloria, Lisa menawarkan bantuan untuk menggalang donasi alat-alat makeup.
“Kak Gloria itu kan punya pelatihan perias jenazah. Sebagain itu ada disabilitas yang ikut. Saya kontak dia, apa bisa donasi untuk bantu kelas merias jenazah? Ternyata saya hubungi dia masih buka kelas,” ujar Lisa.
Kemudian, Lisa menyebarkan pesan kepada rekan-rekan dekatnya dan memberitahu bahwa ia menerima alat-alat makeup gratis.
Lisa mulai membuka penggalangan donasi pada 1 Desember 2020 dan mendapatkan sambutan yang baik.
“Saya sudah ada satu boks lebih alat-alat makeup hasil donasi. Saya masih terima donasi. Setiap hari itu saya terima 20 pesan WhatsApp. Ada yang dari Twitter, Facebook, Instagram. Rata-rata dari perempuan pekerja yang sumbang,” tambah Lisa.
Lisa melihat, tak banyak orang yang mau terjun menjadi perias jenazah. Menurut dia, perias jenazah tak banyak dikenal oleh masyarakat.
“Perias jenazah itu orang-orang yang jarang disorot, padahal sangat dibutuhkan, apalagi banyak yang meninggal,” kata Lisa.
Perias jenazah, lanjut Lisa, tak banyak diajarkan di Indonesia. Oleh karena itu, pekerjaan sebagai perias jenazah tak populer.