JAKARTA, KOMPAS.com - Markas DPP Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat, tampak sepi pada Rabu (30/12/2020) sore kemarin. Tak ada aktivitas yang terlihat di markas FPI setelah organisasi itu resmi dibubarkan oleh pemerintah.
Namun di tempat lain, para pengurus FPI sudah menyiapkan sejumlah langkah menghadapi keputusan pemerintah yang membubarkan ormas mereka.
Langkah hukum akan ditempuh dengan menggugat pemerintah ke pengadilan.
Para pengurus FPI juga menyatakan akan tetap beraktivitas lewat organisasi baru.
Baca juga: Sepak Terjang FPI, Dinyatakan Bubar Sejak 2019 hingga Jadi Ormas Terlarang...
Ketua Bantuan Hukum FPI Sugito Atmo Prawiro memastikan pihaknya akan melawan keputusan pemerintah membubarkan FPI dengan cara konstitusional, yakni menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta.
Hal ini sesuai instruksi pimpinan FPI Rizieq Shihab. Sugito sebelumnya telah berkonsultasi dengan Rizieq yang tengah ditahan di Polda Metro Jaya atas kasus kerumunan.
"Beliau tidak masalah nanti kita gugat secara hukum. Nanti kita akan PTUN-kan," ujar Sugito di dekat markas FPI, Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020).
Sugito menyebut, tim kuasa hukum saat ini sedang mempersiapkan gugatan tersebut. Gugatan pun akan segera disampaikan ke PTUN Jakarta sesegera mungkin.
"Insyaallah secepatnya," kata dia.
Baca juga: Kasus Anggota FPI Ancam Bunuh Mahfud MD Saat Demo di Pamekasan Jadi Atensi Kejati Jatim
Lebih jauh Sugito menilai langkah pemerintah membubarkan FPI hanya lah upaya pengalihan isu atas kasus penembakan mati enam laskar FPI oleh polisi.
Penembakan itu terjadi saat keenam laskar tengah mengawal Rizieq di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, beberapa waktu lalu.
Saat ini kasus tersebut tengah diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
"Di tengah situasi ini lah tindakan pengalihan isu (deception) dilakukan," kata Sugito.
Baca juga: FPI Dibubarkan, Ketum dan Sekretaris Deklarasikan Front Persatuan Islam
Sambil menunggu proses hukum berjalan, para pengurus FPI pun mendirikan ormas baru agar mereka tetap bisa beraktivitas.
Tak butuh waktu lama, organisasi Front Persatuan Islam langsung dideklarasikan di hari FPI dibubarkan.
Ketua Umum FPI Shabri Lubis dan Sekretaris FPI Munarman termasuk dalam 19 orang yang mendeklarasikan perkumpulan baru tersebut.
"Kepada seluruh pengurus, anggota dan simpatisan Front Pembela Islam di seluruh Indonesia dan mancanegara, untuk menghindari hal-hal yang tidak penting dan benturan dengan rezim dzalim maka dengan ini kami deklarasikan Front Persatuan Islam," demikian bunyi keterangan tertulis dari Front Persatuan Islam yang diterima Kompas.com, Rabu (30/12/2020) malam.
Lewat Front Persatuan Islam, para deklarator menyatakan akan melanjutkan perjuangan membela Agama, Bangsa, dan Negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 seperti yang selama ini sudah dijalankan FPI.
Di poin terakhir keterangan tertulis itu, dicantumkan juga nama 19 deklarator.
Selain Ahmad Shabri Lubis dan Munarman, ada nama lain seperri Abu Fihir Alattas, Tb Abdurrahman Anwar, Abdul Qadir Aka, Awit Mashuri, Haris Ubaidillah, Idrus Al Habsyi, Idrus Hasan, Ali Alattas SH, dan Ali Alattas S.kom. Lalu ada Tuankota Basalamah, Syafiq Alaydrus, Baharuzaman, Amir Ortega, Syahroji, Waluyo, Joko, dan M Luthfi.
Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar membenarkan keterangan tertulis itu.
"Ia sudah deklarasi di suatu tempat di Jakarta," kata Aziz saat dikonfirmasi kompas.com.
Aziz menyebut organisasi Front Persatuan Islam ini tidak berbadan hukum dan tidak akan didaftarkan ke pemerintah.
Meski demikian, ia memastikan bahwa organisasi baru ini memiliki legal standing, yakni putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013.
Dalam putusan itu, MK membolehkan ormas tak berbadan hukum untuk tidak mendaftar. Hanya saja, ormas yang tak mendaftar tak akan mendapatkan pelayanan dari pemerintah.
"Dasar hukum kita jelas," ujar Aziz.
Adapun pembubaran FPI ini diumumkan pemerintah pada Rabu (30/12/2020) siang. Ada enam hal yang menjadi pertimbangan pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan menghentikan kegiatan FPI.
Pertama, adanya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dimaksudkan untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar negara, yakni Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kedua, isi anggaran dasar FPI dinyatakan bertentangan dengan Pasal 2 Undang-undang Ormas.
Ketiga, Keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan sampai saat ini FPI belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.
Keempat, bahwa organisasi kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 Ayat (3) huruf a, c, dan d, Pasal 59 Ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A Undang-undang Ormas.
Kelima, bahwa pengurus dan/atau anggota FPI, maupun yang pernah bergabung dengan FPI, berdsarkan data, sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme. Dari angka ini, 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.
Pertimbangan keenam, telah terjadi pelanggaran ketentuan hukum oleh pengurus dan atau anggota FPI yang kerap melakukan berbagai razia atau sweeping di masyarakat. Padahal, sebenarnya kegiatan itu menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.