JAKARTA, KOMPAS.com - Bangunan bergaya arsitektur Tuscan, yang polos tanpa banyak ukiran dan ornamen, berdiri kokoh di Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 8, Jakarta Pusat.
Pilar-pilar besar di serambi teras gedung tua berwarna putih itu menambah kesan kokohnya bangunan ini yang sudah berdiri sejak abad ke-19. Keperkasaan pilar-pilar tersebut seolah menegaskan ”kekuasaan” orang yang bernaung di bawahnya.
Ya, di Gedung Balai Kota DKI Jakarta inilah para orang nomor satu di wilayah DKI Jakarta bernaung dari waktu ke waktu.
Di masa kolonial, bangunan ini merupakan rumah dinas bagi Burgemeester (Wali Kota) Batavia, sekaligus kantor pemerintahan.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: Penangkapan Pemimpin Sekte Kerajaan Tuhan Lia Eden pada 2005
Saat pemerintahan Kota Batavia pertama kali dibentuk, kantor wali kota berada di Batavia Lama, atau yang saat ini kita kenal sebagai kawasan Kota Tua.
Ketika terjadi pemekaran kota Batavia ke arah selatan, kantor pemerintahan juga ikut berpindah ke Tanah Abang pada 1913, lalu kemudian pindah ke Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 8-9 pada 1919.
Dalam buku Medan Merdeka-Jantung Ibukota RI karya Adolf Heukeun SJ (2008), rumah nomor 8, yang sekarang menjadi kantor Gubernur DKI Jakarta, merupakan kediaman bagi pejabat kolonial setingkat gubernur saat ini.
Heuken mendeskripsikan rumah nomor 8 ini merupakan perpaduan gaya klasisisme dengan unsur gaya pesisir.
Ini ditandai dengan atap rendah sebagai pelindung dari sinar matahari dan hujan, serta teritisan lebar di bagian samping yang ditopang tiang besi berukir ragam hias sulur-suluran.
Baca juga: Cikal Bakal Menteng, Ambisi Belanda Punya Kota Taman di Batavia
Rumah tinggal “Burgemeester” Batavia, atau Gedung Balai Kota DKI Jakarta saat ini, terdiri atas rumah induk yang diapit dengan bangunan samping. Ruang-ruangnya disusun secara simetris.
Di belakang tiga pintu di serambi muka terdapat ruang tamu luas. Kemudian di sampingnya ada dua ruang kerja. Sementara di bagian belakang terdapat serambi yang luas dengan dua kamar tidur besar di kanan dan kirinya.
Dulunya di belakang rumah residen ini pernah terbentang taman yang luas untuk pesta.
Adapun rumah nomor 9 dipergunakan sebagai gedung Stadsgemeente (kotamadya) Batavia.
Masih menurut Heuken, pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, rumah ini punya fungsi yang sama dengan gedung pemerintahan Jakarta sekarang.
Walaupun berhubungan dengan sejarah kota, rumah ini dipandang kurang bernilai dari segi arsitektur.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.