JAKARTA, KOMPAS.com - Produsen tahu dan tempe di DKI Jakarta melaksanakan aksi mogok produksi pada Kamis (31/12/2020) hingga Minggu (3/1/2021) malam.
Aksi mogok yang berlangsung selama tiga hari tersebut diserukan oleh Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta menyusul melonjaknya harga bahan baku kedelai, dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram.
"Selama berhenti produksi, pengrajin tempe dan tahu tetap menjaga kedamaian, kekompakan, dan kebersamaan," tulis Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo dalam surat nomor 01/Puskopti/DKI/XII/2020.
Baca juga: Usai Mogok 3 Hari, Pedagang Tempe di Pasar Induk Kramatjati Mulai Berjualan Lagi
Handoko menjelaskan, mogok ini dilakukan oleh sekitar 5.000 usaha kecil menengah (UKM) yang mereka naungi.
"Mulai aktivitas jualan lagi malam Senin tanggal 3 Januari 2021 dan seterusnya normal kembali dengan harga tempe tahu sudah naik minimal 20 persen, maksimal 30 persen," ucap Handoko.
Pada Senin (4/1/2021), tempe dan tahu sudah kembali tersedia di pasaran. Namun, harganya naik.
Produsen tempe di Kampung Tempe, Sunter, Jakarta Utara, Sunoto (40), mulai kembali memproduksi tempe usai tiga hari mogok kerja.
Namun, Sunoto masih mengeluhkan harga kacang kedelai yang masih tinggi.
"Tiga hari itu mogok, pas hari libur, Jumat, Sabtu, Minggu, kalau hari ini sudah produksi," kata Sunoto saat diwawancarai di sela pembuatan tempe.
"Cuma masih sedikit, pada ngeluh karena harga kacangnya masih mahal banget, belum turun," lanjutnya.
Baca juga: Disperindag Kota Tangerang Mulai Bergerak Atasi Mahalnya Tahu Tempe
Akibatnya, harga tempe di pasaran naik sekitar Rp 1.000.
"Terkadang harganya naiknya Rp 1.000, harga Rp 5.000 ke Rp 6.000. Kalau ukuran dikurangi kadang-kadang pembelinya banyak komplain," tutur Sunoto.
Sunoto bahkan mengungkapkan para produsen tempe nyaris ingin turun ke jalan sebagai respons terhadap melonjaknya harga kedelai.
"Sebelumnya sudah naik, tapi didiemin kok masih segitu harga kacang. Kalau enggak musim Covid-19 mungkin kami sudah turun ke jalan. Tapi ini pandemi, jadi enggak bisa keluar, jadinya kami ambil mogok tiga hari itu," ucap Sunoto.
Baca juga: Kembali Diproduksi, Harga Tahu dan Tempe di Jakarta Naik 5-8 Persen
Kenaikan harga tahu tempe juga terjadi di luar DKI Jakarta.
Perajin tempe dan tahu di Kota Tangerang, Banten, misalnya yang terpaksa menaikkan harga jual dagangannya.
"Makin lama harga kacang (kedelai) makin tinggi. Mau enggak mau, (harga jual) naik," ujar salah satu perajin tempe, Iryono, ketika ditemui di rumah produksinya di Jalan Harmonika, Cipondoh, Tangerang, Senin siang.
Iryono memaparkan, harga satu lonjor tempe dengan panjang 100 sentimeter kini ia jual seharga Rp 20.000. Harga jual tersebut naik Rp 5.000 dari harga sebelumnya, Rp 15.000.
"Satu lonjor (tempe), harganya Rp 15.000. Itu sebelum mogok produksi. Sekarang jadi Rp 20.000," tuturnya.
Kenaikan harga juga dilakukan salah satu perajin tahu, Nana Suryana.
Ia mengungkapkan, kini dirinya menjual satu kotak tahu dengan berat 1,2 kilogram dengan harga Rp 33.000.
"Saya baru buat tahu lagi hari ini. Biasa ngejual Rp 30.000. Sekarang, Rp 33.000," ujar Surya saat ditemui di pabrik produksi tahu miliknya, Senin siang.
Menurut Surya, hambatan yang ia hadapi saat ini ada dua hal, yakni naiknya harga kacang kedelai dan pandemi Covid-19.
Sebab, Surya merasakan penurunan yang sangat signifikan dalam hal penggunaan kacang kedelai setiap harinya untuk membuat tahu.
Baca juga: Jeritan Perajin Tahu Tempe, Kurangi Produksi hingga Terancam Gulung Tikar akibat Harga Kedelai Naik
"Sebelum pandemi (Covid-19), tiap hari hampir 1 ton. Sekarang, jadi 6 sampai 7 kuintal tiap hari," katanya.
"Daya beli masyarakat berkurang. Udah situasi kayak gini, dikasih bahan baku mahal," tambah Surya.
Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI Jakarta Suharini Eliawati membenarkan bahwa harga tahu dan tempe di Jakarta naik 5-8 persen.
"Hari ini memang benar ada penyesuaian harga dari kawan-kawan (produsen tahu-tempe)," ujar Suharini saat dihubungi melalui telepon, Senin.
Baca juga: Tahu Tempe Sempat Langka, IKAPPI Desak Kemendag Tekan Importir Tak Naikkan Harga Kedelai
Suharini menjelaskan, harga tahu dan tempe naik karena harga bahan baku berupa kedelai juga naik.
"Kalau teman-teman sendiri memang kami paham, begitu bahan bakunya tinggi, ongkos produksinya lebih tinggi, pasti ongkos produksi tinggi pasti ke depan harga (tahu-tempe) akan dinaikan," kata Suharini.
Bahkan, Suharini melanjutkan, kenaikan harga tempe di pasar lokal bisa mencapai 10 persen dari harga normal sebelum aksi mogok produksi oleh produsen tempe.
Oleh karena itu, DKPKP DKI Jakarta berkoordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian RI agar bisa segera menstabilkan harga bahan pokok untuk pembuatan kedelai.
"Kami melakukan koordinasi dengan BKP untuk stok ketersediaan, karena memang produksi (kedelai) Indonesia sendiri ada, tapi memang harus butuh impor dari negara lain," tutur Suharini.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Padi Irigasi dan Rawa, Direktorat Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Mulyono mengatakan, masih sulitnya Indonesia untuk swasembada kedelai karena semakin rendahnya minat petani untuk menanam kedelai.
"Minat petani untuk menanam kedelai semakin berkurang. Hal ini dikarenakan harga jual panen di tingkat petani sangat rendah," ungkapnya kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2020).
Baca juga: Perajin Tempe Tahu di Kota Tangerang Terpaksa Menaikkan Harga
Menurut Mulyono, pemerintah sejatinya telah mengatur harga acuan pembelian kedelai lokal di tingkat petani agar harganya tak terlalu rendah.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
Dalam aturan tersebut, tertulis bahwa harga acuan pembelian kedelai lokal di tingkat petani sebesar Rp 8.500 kilogram.
Akan tetapi, hal itu tak terealisasi dengan baik di lapangan. Alhasil petani enggan menanam kedelai dan memilih menanam komoditas lain.
"Petani pun beralih ke komoditas lain yang lebih menjanjikan," ungkapnya.
Baca juga: Harga Kedelai Naik, Produsen Tempe: Kalau Tidak Musim Covid-19, Kami Sudah Turun ke Jalan...
Di sisi lain, Mentan Syahrul Yasin Limpo menegaskan, kementerian akan meningkatkan produksi kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagai respons dari melonjaknya harga kedelai impor.
"Ini menjadi pelajaran untuk kita semua, sehingga kekuatan lokal dan nasional harus menjadi jawaban dari kebutuhan itu," ujar Syahrul usai bertemu Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) di Kantor Pusat Kementan, Senin.
Syahrul menjelaskan, harga kedelai yang meningkat di pasar global menjadi alasan dari mahalnya kedelai di dalam negeri.
Hal itu dikarenakan sebagian besar pasokan kedelai dalam negeri memang berasal dari impor.
Kenaikan harga kedelai di pasar global sangat dipengaruhi oleh Amerika Serikat, yang merupakan negara produsen utama kedelai.
Di sisi lain, kenaikan harga juga dipengaruhi adanya peningkatan permintaan kedelai di China, yang merupakan negara importir kedelai terbesar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.