Sebagai gambaran, laporan polisi sudah dibuat pada 24 Mei 2020 yang berujung penangkapan Syahril pada 4 Juni 2020.
Sementara itu, baru pada 27 Agustus 2020 atau sekitar 3 bulan sejak laporan polisi dibuat, berkas perkara pencabulan oleh Syahril dilimpahkan polisi ke kejaksaan.
Baca juga: Pengurusnya Lakukan Pencabulan, Gereja di Depok Janji Bantu Pulihkan Trauma Para Korban
Peliknya berurusan dengan anak-anak, dengan pelaku yang notabene pejabat gereja, serta aparat penegak hukum yang lamban, membuat Tigor mengapresiasi ngototnya pihak korban membuka kasus ini.
Ia memuji keberanian korban mematahkan tabu dengan menggugat Syahril yang memang tak boleh kebal hukum atas perbuatan bejatnya hanya karena berstatus pengurus senior gereja.
"Pilihan berjuang secara terbuka melalui langkah hukum bukanlah jalan mudah. Banyak tekanan dan tambahan beban yang biasanya akan diarahkan kepada para korban kekerasan seksual," ungkap Tigor.
"Tidak menutupi fakta kekerasan seksual yang dialami dan melaporkannya ke polisi adalah sikap berani berjuang bagi sesama dan memutus rantai kejahatan kekerasan seksual," lanjutnya.
Memproses perkara ini ke pengadilan adalah satu hal, namun membangkitkan mental anak-anak dari trauma hebat adalah hal lain.
Konseling berulang kali di gereja dan keluarga perlahan membuahkan hasil bagi anak-anak korban pencabulan Syahril.
Tak bisa dinafikan, dukungan yang deras mengalir membuat M dan anaknya lebih cepat pulih.
"Setelah mengikuti prosesnya, dari suster yang mendampingi, Pak Tigor, bahwa dia (anak) tuh enggak salah, yang salah itu pelaku, di situ dia mulai terbentuk, terbentuk, terbentuk, dan saya suka sekali dengan perubahan dia," ujar M soal pemulihan psikologis anaknya.
"Saya juga bilang sama dia bahwa, 'Kita tidak sendiri. Masih banyak mereka yang mendukung kita dan tidak seperti yang kamu kira bahwa kamu orang yang menjijikan atau orang yang memalukan, kamu masih bisa bangkit'."
M senantiasa menemani anaknya pergi ke mana pun, termasuk bila hendak berkumpul dengan teman-temannya.
Meski harus tampak tegar di hadapan anaknya, M mengaku, ia sempat menaruh dendam terhadap Syahril yang telah mencabik-cabik harga diri keluarganya dan menikam luka terhadap buah hatinya.
Baca juga: Terungkapnya Pencabulan Anak-anak oleh Pengurus Gereja di Depok
Seiring waktu berjalan, M coba pasrah dan menyingkirkan dendam itu, tetapi butuh proses untuk sepenuhnya berdamai dengan keadaan.
"Saya bilang, 'Mama sebal kalau lewat sini'," kata M tatkala bersama anaknya melintasi lokasi pencabulan oleh Syahril.
Tanpa ia sangka, anaknya justru menjawab, "Yang salah kan bukan tempatnya, Ma, tapi pelakunya."
Pada titik ini, barangkali M mendapati bahwa anaknya boleh jadi lebih dulu berhasil keluar dari jurang trauma ketimbang dirinya.
Kemarin, pembacaan vonis maksimum terhadap Syahril di pengadilan, boleh jadi terdengar di telinga M dan seluruh korban pencabulan Syahril seperti dentangan lonceng yang menandai kemenangan kecil bagi mereka.
Kemenangan kecil yang disyukuri.
"Saya peluk dia, saya katakan, tidak ada doa yang mustahil. Puji Tuhan, sekarang (keadaan anak) lebih baik. Banyak ngobrol, banyak bicara," tutup M.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.