Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Kubu Rizieq Usai Praperadilan Ditolak, Pertanyakan Hakim Tunggal dan Putusan Sesat

Kompas.com - 13/01/2021, 07:24 WIB
Theresia Ruth Simanjuntak,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Akhmad Sahyuti, menolak gugatan praperadilan Rizieq Shihab, tersangka kasus penghasutan dan kerumunan, pada Selasa (12/1/2021).

"Mengadili, menolak permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya," kata Sahyuti saat membacakan putusan.

Pihak Rizieq Shihab lantas memberikan respons atas putusan hakim tunggal PN Jakarta Selatan tersebut.

Mewakili Rizieq Shihab, Alamsyah Hanafiah selaku kuasa hukumnya mengeluarkan sejumlah pernyataan berikut.

Baca juga: Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Rizieq Shihab, Berkas Perkara Akan Diserahkan ke JPU

Pertanyakan hakim tunggal

Hal pertama yang Alamsyah ungkapkan setelah gugatan praperadilan Rizieq ditolak adalah mempertanyakan hakim tunggal.

Sidang praperadilan, menurut Alamsyah, semestinya dipimpin oleh majelis hakim, bukan hakim tunggal.

“Yang kami uji itu KUHP, hakim tunggal mengadili perkara praperadilan karena perkara praperadilan itu adalah final sehingga hakimnya harus majelis, supaya ditemukan rasa keadilan,” ucap Alamsyah kepada wartawan setelah pembacaan putusan sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa sore.

Alamsyah menganggap hakim tunggal berpotensi bertindak semaunya karena hanya sendirian memimpin persidangan.

Alamsyah menilai, Sahyuti selaku hakim tunggal dalam sidang praperadilan kliennya mengesampingkan pendapat saksi ahli dan saksi fakta.

“Apakah hakim tunggal ini tak egois? Saya mau menguji KUHAP tentang sidang praperadilan itu hakimnya harus tiga, majelis. Jangan hakim tunggal (jadi) semau-maunya saja. Pendapat tiga ahli dikesampingkan, pakainya pendapatnya dia aja. Nah ini bisa menghasilkan peradilan yang sesat,” Alamsyah melanjutkan.

Putusan menyesatkan

Tak hanya itu, Alamsyah menilai permohonan praperadilan kliennya yang ditolak oleh Sahyuti adalah keputusan yang menyesatkan.

Ia menjelaskan, hakim telah menggabungkan pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan yang bersifat lex spesialis dan Pasal 160 KUHP yang bersifat undang-undang umum.

“Maka kami bependapat putusan hakim tunggal itu sesat, menyesatkan karena menggabungkan UU lex specialis dengan UU lex generalis,” ucap Alamsyah.

Menurut dia, penggabungan antara UU khusus dan UU umum dilarang sejak dahulu.

Oleh sebab itu, lanjut Alamsyah, polisi tidak bisa menggabungkan peristiwa pidana khusus ke dalam pidana umum kemudian menahan tersangka.

Baca juga: Praperadilan Ditolak, Kubu Rizieq Shihab Bakal Ajukan Uji Materi ke MK

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com