Agus kehilangan pekerjaan karena kondisi fisiknya tak lagi memungkinkan untuk bekerja di restoran di kawasan Jakarta Pusat.
Agus mengatakan, setelah selesai perawatan, awalnya ia kembali bekerja di restoran itu.
Namun, ia beberapa kali jatuh pingsan saat bekerja karena kondisi fisiknya yang sudah melemah.
Selain itu, Agus juga tak tahan dengan suara musik kencang di tempat kerjanya. Musik kencang itu mengganggu gendang telinganya.
"Akhirnya dokter memberi rujukan ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), saya harus keluar dari tempat kerja saya," kata Agus.
Agus akhirnya keluar dari tempat kerjanya karena LPSK menjamin akan memberinya pekerjaan pengganti yang lebih layak. Namun, pekerjaan yang dijanjikan itu tak kunjung datang.
"Karena prosesnya alot akhirnya saya kerja lagi (di restoran), keluar masuk, keluar masuk, karena memang kondisi kesehatan," katanya.
Baca juga: 5 Tahun Berlalu, Korban Bom Thamrin Iptu Denny Mahieu Sudah Maafkan Pelaku
Untungnya, baru-baru ini Agus mendapatkan modal Rp 10 juta dari pemerintah. Modal uang tunai itu didapat setelah mengikuti pelatihan yang digelar untuk para penyintas dan ia menjadi peserta terbaik.
Agus memutuskan untuk pulang ke kampungnya di Sumedang, Jawa Barat. Di sana, ia membuka usaha kedai minuman yang menjual kopi serta boba drink.
Namun, kondisi pandemi Covid-19 tak membuat usahanya berjalan mulus.
"Sehari itu paling laku satu cup, dua cup, paling banyak lima sampai tujuh cup," kata dia.
Selain berdampak pada ekonomi, peristiwa teror bom tersebut juga masih menyisakan trauma bagi Agus.
Kini, ia kerap merasa was-was saat berada di keramaian. Terutama jika ia melihat ada orang dengan gelagat mencurigakan.
"Kalau trauma pasti saya yakin tiap korban juga pasti. Itu kan serangan secara mendadak. Kalau ada orang bawa koper, orangnya juga mencurigakan, pasti ada perasaan yang membuat kita menjauh," katanya.
Namun, Agus mengaku sejak awal sudah memaafkan pelaku teror bom tersebut. Ia merasa tak ada manfaatnya menyimpan dendam.