JAKARTA, KOMPAS.com - Teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, 5 tahun lalu, masih menyisakan luka bagi Agus Kurnia.
Pagi itu, 14 Januari 2016, Agus tengah menyeberang dari mal Sarinah menuju ke arah Gedung Bawaslu untuk pulang ke kosannya.
Tiba-tiba saja, bom meledak dari pos polisi di perempatan jalan.
"Badan saya langsung terpental," kata Agus menceritakan kembali pengalamannya itu kepada Kompas.com, Rabu (20/1/2021).
Seketika keadaan di sekitar lokasi langsung berubah menjadi petaka. Agus melihat sejumlah orang di pos polisi itu sudah tergeletak dan bersimbah darah.
Sementara yang lainnya panik dan langsung berlarian ke segala arah.
Baca juga: Hari Ini 5 Tahun Lalu, Teror Bom dan Baku Tembak di Thamrin
Namun, Agus tak bisa mendengar suara kepanikan itu. Pendengarannya terganggu akibat ledakan bom.
Dengan kuping yang masih berdenging, Agus berupaya bangkit dan menjauh dari lokasi kejadian.
Agus berhasil selamat dari teror keji itu. Namun kehidupannya tak lagi sama.
Pascaledakan bom itu, Agus didiagnosis mengalami cedera di kepala dan gendang telinga.
Ia menjalani perawatan selama satu bulan di rumah sakit, lalu lanjut istirahat di rumah selama dua bulan.
Namun setelah kembali beraktivitas, kondisi fisik Agus tak lagi sama seperti sebelumnya. Ia harus menggunakan alat bantu dengar.
Ia juga tak lagi bisa berada di tempat yang berisik karena itu akan mengganggu kondisi gendang telinganya.
Agus juga kerap jatuh pingsan saat melakukan aktivitas berat. Setelah jatuh pingsan baru-baru ini, ia baru mengetahui adanya dampak lain ledakan bom itu bagi kondisi fisiknya.
"November 2020 kemarin di CT Scan, baru ketauan dokter ada pembekuan pembuluh darah di otak kanan," katanya.
Baca juga: Kisah Penyintas Bom Thamrin, Sempat Terpuruk tetapi Bangkit Setelah Memaafkan Pelaku
Agus kehilangan pekerjaan karena kondisi fisiknya tak lagi memungkinkan untuk bekerja di restoran di kawasan Jakarta Pusat.
Agus mengatakan, setelah selesai perawatan, awalnya ia kembali bekerja di restoran itu.
Namun, ia beberapa kali jatuh pingsan saat bekerja karena kondisi fisiknya yang sudah melemah.
Selain itu, Agus juga tak tahan dengan suara musik kencang di tempat kerjanya. Musik kencang itu mengganggu gendang telinganya.
"Akhirnya dokter memberi rujukan ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), saya harus keluar dari tempat kerja saya," kata Agus.
Agus akhirnya keluar dari tempat kerjanya karena LPSK menjamin akan memberinya pekerjaan pengganti yang lebih layak. Namun, pekerjaan yang dijanjikan itu tak kunjung datang.
"Karena prosesnya alot akhirnya saya kerja lagi (di restoran), keluar masuk, keluar masuk, karena memang kondisi kesehatan," katanya.
Baca juga: 5 Tahun Berlalu, Korban Bom Thamrin Iptu Denny Mahieu Sudah Maafkan Pelaku
Untungnya, baru-baru ini Agus mendapatkan modal Rp 10 juta dari pemerintah. Modal uang tunai itu didapat setelah mengikuti pelatihan yang digelar untuk para penyintas dan ia menjadi peserta terbaik.
Agus memutuskan untuk pulang ke kampungnya di Sumedang, Jawa Barat. Di sana, ia membuka usaha kedai minuman yang menjual kopi serta boba drink.
Namun, kondisi pandemi Covid-19 tak membuat usahanya berjalan mulus.
"Sehari itu paling laku satu cup, dua cup, paling banyak lima sampai tujuh cup," kata dia.
Selain berdampak pada ekonomi, peristiwa teror bom tersebut juga masih menyisakan trauma bagi Agus.
Kini, ia kerap merasa was-was saat berada di keramaian. Terutama jika ia melihat ada orang dengan gelagat mencurigakan.
"Kalau trauma pasti saya yakin tiap korban juga pasti. Itu kan serangan secara mendadak. Kalau ada orang bawa koper, orangnya juga mencurigakan, pasti ada perasaan yang membuat kita menjauh," katanya.
Namun, Agus mengaku sejak awal sudah memaafkan pelaku teror bom tersebut. Ia merasa tak ada manfaatnya menyimpan dendam.
"Kalau memaafkan, dari awal saya sudah maafkan. Sebuah dendam juga untuk apa, enggak ada manfaatnya. Saya harus menatap ke depan juga," katanya.
Kini Agus turut aktif dalam Yayasan Penyintas Indonesia, organisasi nirlaba yang fokus untuk membantu para korban bom.
"Jadi saya bisa memotivasi orang lain. Walau kondisi kita terpuruk jangan diperlihatkan ke mereka kalau kita ini down banget," ujarnya.
Tak hanya Agus yang menjadi korban teror bom di jantung Ibu Kota itu. Total ada 21 orang menjadi korban.
Delapan orang di antaranya meninggal dunia, terdiri dari empat pelaku dan empat warga sipil. Sementara sisanya menderita luka-luka.
Polisi kemudian mendeteksi empat tersangka bom Thamrin yang tewas sebagai M Ali selaku koordinator aksi, Dian Juni, Afif alias Sunakim, dan Ahmad Muhazan.
Selain mereka, polisi mengungkap dalang teror tersebut, yakni Aman Abdurrahman yang juga dikenal sebagai Ketua Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Indonesia.
Saat peristiwa tersebut, Aman merupakan residivis kasus terorisme yang baru bebas usai mendapatkan remisi pada 17 Agustus 2017.
Baru sehari menghirup udara bebas, Aman kembali ditangkap atas kasus bom Thamrin.
Aman kemudian dinyatakan bersalah dan divonis mati pada 22 Juni 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.