Bahkan, kata Yusri, sejumlah karyawan yang bekerja dengan tersangka juga tidak memiliki kehlian dalam meracik kosmetik.
"Karyawannya ada 12 orang. Mereka juga tidak memiliki sertifikasi dan tidak ada satu pun yang dokter. Mereka otodidak," kata Yusri.
Yusri menjelaskan, usaha yang dijalankan CS terus berkembang hingga meraup untung Rp 100 juta per bulan.
"Omzetnya kurang lebih Rp 100 juta selama hampir kurun waktu tiga tahun lebih, dari 2018 lalu," ucap dia.
Yusri berujar, CS dan sejumlah karyawannya memproduksi sekitar 1.000 saset masker organik per hari.
Baca juga: Hati-hati, Ini Dampak Gunakan Masker Organik Abal-abal
Menurut Yusri, dalam sehari, produsen masker ilegal itu dapat mengolah sebanyak 50 kilogram bahan baku untuk kemudian dikemas menjadi masker wajah siap edar.
Masker organik tersebut dijual Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per saset melalui reseller.
Saat ini, polisi masih mengembangkan kasus itu untuk mengetahui apakah ada tersangka lain yang terlibat.
Namun, sejauh ini, polisi telah menetapkan CS sebagai tersangka pembuat kosmetik ilegal tanpa izin edar.
"Tersangka yang kami tetapkan sejauh ini satu orang, tapi akan kami terus kembangkan lagi untuk pengungkap tersangka lain," ucap Yusri.
Akibat perbuatannya, tersangka disangkakan Pasal 197 subsider Pasal 196 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dia diancam hukuman pidana 15 tahun penjara atau denda Rp 1,5 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.