Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siasat Pekerja Hindari KRL Padat, Rela Terlambat hingga Pulang Lebih Malam agar Selamat

Kompas.com - 01/02/2021, 16:37 WIB
Tria Sutrisna,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali tidak terlalu berdampak berkurangnya mobilitas masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Kendaraan umum seperti Kereta Rel Listrik (KRL) tetap dipenuhi para penumpang, khususnya mereka yang tetap harus bekerja di kantor.

Maulidia (23) menjadi salah satu dari sejumlah pekerja yang tetap harus bekerja dari kantor di tengah pembatasan aktivitas masyarakat.

Baca juga: Wakil Wali Kota Depok Cerita Kronologi Dirinya Positif Covid-19

Dalam sepekan, dia hanya mendapatkan jatah satu hari untuk bekerja dari rumah secara bergantian dengan karyawan lainnya.

"Karena sektor keamanan kan ya, tetap boleh operasi. Jadi tetap ke kantor, jumlah pegawai dibatasi. Seminggu cuma satu kali WFH," ujar Maulidia saat diwawancarai, Senin (1/2/2021).

Meski sudah terbiasa menggunakan KRL selama pandemi Covid-19, bukan berarti Savira tak khawatir akan paparan virus corona tipe 2 ketika berada di area stasiun dan gerbong kereta.

Dengan melawan kekhawatirannya, Maulidia berangkat dari rumahnya menuju Stasiun Depok, Depok, Jawa Barat dengan lebih santai, yakni sekitar pukul 07.30 WIB.

Pegawai di salah satu perusahaan di Jakarta Selatan itu hendak menggunakan KRL yang berangkat di atas pukul 08.00 WIB dari Stasiun Depok menuju Manggarai.

Bukan tanpa alasan Maulidia berangkat bekerja dan menumpang KRL dengan jadwal yang lebih siang, dibanding saat kondisi normal sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Baca juga: Kasus Ibu Masak Kucing Pak RT untuk Obat Asma, Polisi: Selesai Secara Kekeluargaan

Dia memilih berangkat dan menumpang KRL di atas pukul 08.00 WIB untuk menghindari antrean masuk stasiun dan juga kepadatan penumpang di dalam gerbong kereta.

"PPKM masih tetap ramai kalau KRL. Masuk stasiun juga masih antre. Biasa pagi tuh sampe sekitar jam 07.00 WIB, lumayan ramai. Makanya berangkat jam 08.00 WIB, itu udah enggak antre," ungkapnya.

Suasana lenggang dan banyaknya tempat duduk kosong di gerbong kereta membuat Maulidia merasa jauh lebih aman.

Dia bisa dengan leluasa memilih tempat duduk maupun tempat berdiri yang tidak terlalu berdekatan dengan penumpang lain.

"Nyari yang rada kosong. Seenggaknya enggak mepet sama orang," kata Maulidia.

Menurut Maulidia, kondisi berbeda tentu akan dialaminya apabila berangkat lebih pagi yang acap kali terjadi antrean masuk Stasiun Depok.

"Pekan lalu itu saya urgen ada audit pagi. Sampe stasiun jam 07.00 kurang, itu mayan antre. Baru bisa masuk sampai naik ke kereta jam 07.30 kayaknya," ungkapnya.

Baca juga: Viral Foto Pria Telanjang di Jalan Prapanca, Polisi Cari Pelaku

Maulidia mengaku rela terlambat bekerja agar selamat dari paparan virus selama di perjalanan. Hal tersebut menurut dia menjadi salah satu cara untuk menekan penyebaran Covid-19.

"Kalau pas pulang dari Manggarai enggak terlalu ramai. Jadi bisa lebih cepat lah," pungkasnya.

Mundurkan jam pulang

Pengguna KRL lain, yakni Ane (24) jauh lebih beruntung. Dia hanya menggunakan KRL ketika pulang bekerja karena mendapatkan fasilitas penjemputan pada pagi hari.

"Naik KRL itu pas pulang kerja saja. Kalau pagi naik bus, jemputan gitu," kata Ane, Senin.

Pegawai di bilangan Jakarta Selatan yang menggunakan KRL dari Stasiun Sudirman menuju Lenteng Agung itu mengaku tak terlalu khawatir dengan potensi penularan Covid-19.

Alasannya, dia sudah menerapkan protokol kesehatan dan terdapat pengawasan ketat di area stasiun serta gerbong kereta terhadap para penumpang.

"Rasanya jujur nih ya, biasa aja dan enggak terlalu khawatir. Paling cuma tetap pakai masker, jaga jarak, dan bawa pakai hand sanitizer," kata Ane.

Namun, Ane mengaku tetap tak ingin mengambil risiko untuk berada di antara kerumunan, termasuk ketika di area stasiun maupun di dalam gerbong kereta.

Jika penumpang di dalam kereta cukup padat, maka dia memilih untuk tidak menaikinya dan menunggu kedatangan armada lain.

"Kalau KRL-nya ramai, pilih enggak naik dan nunggu kereta selanjutnya," ungkapnya.

Ane berpandangan, kepadatan di area stasiun dan KRL pada jam-jam sibuk sepulang kerja pada saat PPKM tak jauh berbeda dengan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi.

Mobilitas masyarakat yang menggunakan KRL masih cukup tinggi meski kebijakan bekerja dari rumah sudah diperketat oleh pemerintah.

Terlebih lagi, kata Ane, kondisi di area stasiun dan penumpang di gerbong kereta pada sore hingga malam, tak jauh berbeda dengan pagi hari.

"Kalau masuk stasiun memang enggak antre, tapi nunggu kereta sepinya yang lama banget. PSBB Transisi dan saat PPKM menurut saya sama aja, enggak ada pengaruhnya," kata Ane.

"Padet, dempet-dempetan, tapi enggak sampai desak-desakan. Makanya bingung yang bilang ada maksimal penumpang," tuturnya.

Melihat kondisi itu, Ane akhirnya memilih memundurkan pulang kerjanya beberapa jam lebih lama.

Sejak PPKM jilid kedua, dia sering kali sampai di Stasiun Sudirman sekitar pukul 21.30 WIB.

Dia merasa lebih baik terlambat sampai di rumah dibanding biasanya agar bisa menghindari kepadatan penumpang dan bisa leluasa menerapkan protokol kesehatan, khususnya jaga jarak fisik.

"Iya, jadi pulang biasa jam 8 malam nih. Tapi sekarang pilih mundurin waktu pulangnya, sampai jam setengah 10. Biar sepi," pungkasnya.

Jokowi Aakui PPKM tak efektif

Apa yang dirasakan oleh Maulidia dan Ane selaras dengan pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut PPKM tak efektif untuk menekan mobilitas masyarakat sekaligus laju penyebaran Covid-19

Hal itu disampaikan Jokowi melalui video yang diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (31/1/2021).

“Yang berkaitan dengan PPKM tanggal 11-25 Januari, kita harus ngomong apa adanya ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi karena kita memiliki indeks mobility-nya. Sehingga di beberapa provinsi Covid-nya tetap naik,” kata Jokowi.

Dia mengatakan, implementasi PPKM yang semestinya membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat tak mampu melakukan kedua hal tersebut.

Karena itu, dia meminta ke depannya implementasi PPKM diperkuat dan para menteri dan kepala lembaga terkait benar-benar mengetahui kondisi lapangannya.

Jokowi mengakui implementasi sejumlah aturan di lapangan masih belum konsisten sehingga banyak aturan yang dilanggar.

“Tapi yang saya lihat di implementasinya kita tidak tegas dan tidak konsisten. Ini hanya masalah implementasi ini. Sehingga saya minta betul-betul turun di lapangan. Tetapi juga siap dengan cara-cara yang lebih praktis dan sederhana agar masyarakat tahu apa sih yang namanya 3 M itu,” tutur Jokowi.

“Siapkan juga masker yang memiliki standar-standar yang benar. Sehingga masyarakat kalau yang enggak pakai langsung diberi, (disuruh) pakai, diberi tahu,” lanjut Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com