JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak lama lagi masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia, termasuk Ibu Kota Jakarta, akan merayakan Tahun Baru Imlek 2572.
Hari besar ini biasanya ditandai dengan kemunculan ornamen-ornamen berwarna merah khas Imlek di sejumlah tempat perbelanjaan dan tempat wisata.
Tak hanya itu, beberapa titik keramaian, seperti Bundaran Hotel Indonesia dan Jalan Sudirman di Jakarta Pusat, biasanya menampilkan Parade Imlek dan pertunjukan budaya khas Tionghoa, seperti liang liong atau Tari Naga.
Perayaan ini ternyata sempat dilarang pada masa Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Seperti apa perjalanan Imlek dari masa ke masa di Indonesia? Simak rangkuman di bawah ini:
Baca juga: Perayaan Imlek di Klenteng Tertua Tangerang, Imbauan Ibadah di Rumah hingga Tanpa Barongsai
Berdasarkan catatan Harian Kompas, Imlek dijadikan sebagai hari libur resmi pada tahun 1943 di zaman kependudukan Jepang di Indonesia.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya "resinifikasi" (pencinaan kembali) peranakan Tionghoa yang dianggap sudah terlalu banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Barat (Belanda).
Upaya lain dari resinifikasi adalah mendorong kaum peranakan Tionghoa untuk belajar bahasa Tionghoa dan menghidupkan kembali berbagai bentuk budaya Tionghoa.
Pada era kemerdekaan, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno menetapkan empat hari raya bagi masyarakat Tionghoa.
Baca juga: Nuansa Merah yang Lekat dengan Imlek, Simbol Pengharapan Kebahagiaan
Hari-hari besar tersebut adalah:
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.