Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Dilarang pada Masa Orde Baru, Beginilah Perayaan Imlek dari Masa ke Masa

Kompas.com - 10/02/2021, 11:00 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak lama lagi masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia, termasuk Ibu Kota Jakarta, akan merayakan Tahun Baru Imlek 2572.

Hari besar ini biasanya ditandai dengan kemunculan ornamen-ornamen berwarna merah khas Imlek di sejumlah tempat perbelanjaan dan tempat wisata.

Tak hanya itu, beberapa titik keramaian, seperti Bundaran Hotel Indonesia dan Jalan Sudirman di Jakarta Pusat, biasanya menampilkan Parade Imlek dan pertunjukan budaya khas Tionghoa, seperti liang liong atau Tari Naga.

Perayaan ini ternyata sempat dilarang pada masa Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Seperti apa perjalanan Imlek dari masa ke masa di Indonesia? Simak rangkuman di bawah ini:

Baca juga: Perayaan Imlek di Klenteng Tertua Tangerang, Imbauan Ibadah di Rumah hingga Tanpa Barongsai

Imlek ditetapkan sebagai hari libur saat kependudukan Jepang

Berdasarkan catatan Harian Kompas, Imlek dijadikan sebagai hari libur resmi pada tahun 1943 di zaman kependudukan Jepang di Indonesia.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya "resinifikasi" (pencinaan kembali) peranakan Tionghoa yang dianggap sudah terlalu banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Barat (Belanda).

Upaya lain dari resinifikasi adalah mendorong kaum peranakan Tionghoa untuk belajar bahasa Tionghoa dan menghidupkan kembali berbagai bentuk budaya Tionghoa.

Pada era kemerdekaan, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno menetapkan empat hari raya bagi masyarakat Tionghoa.

Baca juga: Nuansa Merah yang Lekat dengan Imlek, Simbol Pengharapan Kebahagiaan

Hari-hari besar tersebut adalah:

  • Tahun Baru Imlek
  • Hari wafatnya Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek)
  • Ceng Beng
  • Hari Lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek)

Dilarang pada masa Orde Baru

Dengan Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967, rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto melarang perayaan Imlek di depan publik.

Barongsai dan liang liong tidak boleh dipertunjukkan, dan lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.

Oleh karenanya, tidak pernah ada Imlek yang meriah selama 32 tahun di Indonesia.

Baca juga: 5 Sajian Utama Saat Imlek, dari Samseng hingga Pisang Raja

Lebih dari itu, rezim Orde Baru juga mengeluarkan 21 peraturan perundangan yang represif terhadap keturunan Tionghoa.

Di antara peraturan tersebut adalah ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa pengantar China pada tahun 1966.

Hidup kembali pada era reformasi

Pada 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengeluarkan Inpres No 6 Tahun 2000, yang isinya mencabut Inpres No 14/1967.

Setelah keluarnya Inpres tersebut, masyarakat Tionghoa kembali dapat merayakan Tahun Baru Imlek di ruang publik.

Baca juga: Anies Imbau Warga Berada di Rumah Saat Libur Panjang Imlek

Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima Republik Indonesia, kemudian menyempurnakan keputusan Gus Dur dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional.

Keputusan itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) No 19 tahun 2002.

Keppres tersebut menegaskan bahwa Tahun Baru Imlek merupakan tradisi masyarakat Tionghoa yang telah dirayakan secara turun-temurun di sejumlah wilayah di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Megapolitan
Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com