Sementara itu, pendiri Museum Pustaka Tionghoa, Azmi Abubakar menyebut tradisi angpau dimaknai sebagai doa dan harapan dari si pemberi angpau kepada yang menerima.
"Enggak sah Imlek kalau enggak berbarengan dengan pemberian angpau. Biasanya dari orangtua ke anak, atau untuk mereka jomblo, belum menikah, biar sejahtera, cepat dapat jodoh, ada doanya lah, biar sehat dan segala macam," ucap Azmi kepada Kompas.com.
Bahkan, menurut Azmi, tradisi ini tidak berbeda seperti pemberian uang di tradisi lain seperti pada saat Hari Raya Idul Fitri.
"Maknanya seperti duit Lebaran, sudah menjadi budaya bangsa, istilahnya aja beda-beda," lanjut Dewan pakar perhimpunan Indonesia Tionghoa ini.
Baca juga: Jakarta Mendadak Bandeng saat Imlek, Ada Apa?
Di Indonesia, tradisi angpau tidak hanya dilakukan pada saat Hari Raya Imlek saja, tetapi juga di beberapa momen seperti ulang tahun dan pernikahan.
Selain itu, angpau juga mengalami perluasan makna. Si amplop merah mulai hadir di berbagai kegiatan masyarakat Indonesia.
Contohnya seperti uang bonus yang diberikan oleh bos kepada para karyawannya.
"Jadi maknanya meluas ya. Ini sebenanya difusi kebudayaan yang berangsur selama ratusan tahun dan jadi kebudayaan umum," tutur Agni.
Setiap orang bebas menentukan berapa jumlah uang yang mereka siapkan dalam angpau.
Namun biasanya masyarakat Tionghoa menghindari nominal yang berkaitan dengan angka empat.
Sebab, pelafalan angka empat (shi) dalam Bahasa Mandarin artinya adalah "mati".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.