"Dari situ dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi, bersama suami, ST yang bertugas mencari pasien," kata Yusri.
Yusri menyebut ketiga tersangka yang ditangkap memiliki peranan masing-masing. IR sebagai pelaku yang melakukan aborsi.
IR bisa melakukan aborsi terhadap pasien dengan usia kandungan tertentu, khususnya di bawah delapan minggu.
"Memang yang bersangkutan tidak berani melakukan tindakan jika usia kandungan delapan minggu ke atas. Dia hanya berani untuk usia kandungan dua bulan saja atau 8 minggu ke bawah," kata Yusri.
Baca juga: Pelaku Aborsi Ilegal di Bekasi Hancurkan Janin dengan Cairan Kimia
Adapun suami IR, yaitu ST, berperan sebagai orang yang mencari pasien. ST akan melakukan perjanjian kepada calon pasiennya di lokasi yang ditentukan sebelum akhirnya ke rumah praktik aborsi.
"ST, suami IR sendiri yang melakukan pemasaran untuk mencari pasien. Kemudian RS perempuan yang merupakan ibu (dari) janin yang (hendak) lakukan aborsi," katanya.
IR dan ST mencari pasiennya dengan berbagai cara. Berdasarkan pemeriksaan, tersangka menawarkan jasanya melalui media sosial dan calo.
"Sama dengan beberapa tempat tempat yang lain, khususnya di daerah Jakarta Pusat. (Pemasaran melalui) media sosial dan beberapa calo," ujar Yusri.
Yusri menjelaskan, para tersangka membagi hasil kejahatan kepada calon. Satu pasien yang ingin aborsi biasanya dipatok biaya Rp 5 juta.
"Tarif (aborsi) yang mereka terima adalah Rp 5 juta. Tapi yang masuk ke yang bersangkutan ini cuma Rp 2 juta karena dia melalui beberapa calo," kata Yusri.
Yusri mengatakan, IR dan ST memiliki cara tersendiri untuk membuang janin hasil praktiknya.
Biasanya para tersangka menghancurkan janin dengan menggunakan cairan kimia sebelum akhirnya dibuang untuk menghilangkan jejak.
"Ada teknisnya sendiri. Karena masih dalam bentuk gumpalan darah sehingga sangat mudah. dengan menggunakan obat," kata Yusri.
Para tersangka tidak mencatat identitas para pasien yang datang atau menyarankan menggunakan nama samaran.
"Ini sebagai gambaran saja, ini kenapa pasien mau aborsi ditempat ilegal itu? Pertama karena data pribadi itu tidak dimunculkan yang asli atau disamarkan. Sehingga banyak orang yang kesitu karena tidak diminta KTP," katanya.
Dari penangkapan tersangka, polisi mendapat barang bukti berupa sejumlah alat kesehatan yang tidak sesuai standar kesehatan.
Adapun para tersangka dikenai Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara atau denda Rp 1 miliar.
Kemudian, Pasal 77a juncto Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang ancamannya 10 tahun penjara.
"Dan juga ada Pasal 83 juncto Pasal 64 tentang Tenaga Kesehatan. Ini ancaman 5 tahun penjara," tutur Yusri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.