Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/02/2021, 16:40 WIB
Muhammad Naufal,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tahun Baru Imlek identik dengan lampion. Alat penerangan itu sudah eksis di Indonesia sejak datangnya orang-orang Tionghoa ke Tanah Air. Namun lampion mulai lebih dikenal pada abad 17 atau tahun 1600-an.

"Masuknya (lampion di Indonesia) pasti bersamaan dengan migran Tionghoa, tapi lampion mulai tampak ketika dipakai sebagai bagian tradisi kelenteng," ujar peneliti di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB-LIPI), Thung Ju Lan.

"Kelenteng ada yang didirikan abad 17 dan ada yang abad 18," imbuh Ju Lan.

Menurut Ju Lan, lampion di Indonesia mulai berkembang seiring perkembangan komunitas Tionghoa di berbagai perkotaan tahun 1700-an.

Baca juga: Tradisi Angpau Saat Imlek, dari Sejarah hingga Perluasan Makna di Indonesia

Ju Lan menyebutkan, lampion awalnya digunakan oleh masyarakat etnis Tionghoa untuk penerangan ketika mereka berpergian. Namun karena lampion dianggap menarik dan meriah saat malam hari, penerangan tersebut digunakan untuk parade ritual.

Selain itu, lampion digunakan di kelenteng untuk menerangi masyarakat etnis Tionghoa saat beribadah ketika pergantian Tahun Baru Imlek.

"Di Tahun (Baru) Imlek, lampion menghiasi kelenteng yang menjadi terang untuk menyambut mereka yang mau bersembahyang di malam tahun baru," urai Ju Lan.

Ju Lan menjelaskan, caha lampion bersumber dari lilin. Kertas merah kemudian menutupi lampion untuk mencegah padamnya api lilin di dalamnya. Kertas penututp lampion harus kuat dan tahan panas.

Baca juga: Lika-liku Barongsai di Indonesia, Tradisi Tionghoa yang Tetap Eksis Setelah Dilarang Orba

"Kertas di lampion itu juga berbeda dengan kertas tulis. (Kertas lampion) seperti kertas minyak yang kualitasnya bagus," ucap dia.

Kertas pembungkus lampion dapat diberi gambar apa saja tergantung kreativitas. Begitu pula dengan ukuran setiap lampion, tak ada standar baku.

"Tidak ada standarnya. Biasanya besarnya tidak beda jauh. Orang Tionghoa seperti suka yang bulat. Orang Jepang suka dengan yang agak lonjong. Jika ada yang mau buat besar sekali boleh saja, tapi itu mungkin ide perorangan saja," urai Ju Lan.

Mengapa warna lampion merah? Menurut Ju Lan, bagi masyarakat Tionghoa warna merah melambangkan perasaan gembira atau kebahagiaan. Warna merah biasa digunakan untuk berbagai acara yang menggembirakan.

"Seperti perkawinan, kelahiran, dan tahun baru. Memang kelenteng cenderung berwarna merah, karena untuk memohon kebahagiaan," ujar dia.

"Warna sendiri sudah sejak awal merupakan simbolisasi dalam budaya Tionghoa. Warna emas biasanya untuk kemuliaan raja atau kaisar. (Warna) hitam dan putih untuk kedukaan, tetapi juga bisa untuk baik dan buruk, dan lainnya," tamba dia.

Baca juga: Kue Keranjang Simbol Harapan dan Bekal Memasuki Tahun Baru Imlek

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com