JAKARTA, KOMPAS.com - Di ujung utara Jakarta, tepatnya di Jalan Cilincing Lama, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, berdiri sebuah bangunan kokoh dengan gaya arsitektur Tionghoa.
Orang-orang mengenal bangunan itu dengan nama Wihara Lalitavistara.
Khusus Hari Raya Imlek, Jumat (12/2/2021) kemarin, wihara ini akhirnya dibuka untuk umum setelah hampir satu tahun ditutup karena pandemi Covid-19.
Protokol kesehatan pun dijalankan dengan ketat.
Lampion dan lilin merah serta ornamen lainnya tampak menghiasi halaman hingga ruangan utama wihara.
Saat perayaan Imlek kemarin, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengunjungi wihara tersebut.
Sejarah berdirinya wihara ini berawal dari seorang pedagang Tionghoa yang kapalnya terdampar di daerah Cilincing. Dahulu, lokasi tersebut tak jauh dari pelabuhan.
"Pada awalnya dulu ada satu pedagang dari Tiongkok, tiba-tiba kapalnya terdampar, enggak ada air," kata Kepala Operasional Wihara, Biksu Duta Kshanti, saat ditemui di lokasi, Jumat sore.
Setelah itu, pedagang tersebut melihat satu papan nama bertuliskan San Guan Da Di yang berarti tiga penguasa, yakni penguasa langit, penguasa bumi, dan penguasa air.
"Dia memberikan penghormatan, berharap ada dewa yang bisa membantu. Enggak lama tiba-tiba benar, ada air pasang kembali dan kapalnya bisa kembali melaut," ucapnya.
Baca juga: Ditutup Selama Pandemi, Vihara Lalitavistara Cilincing Dibuka Khusus Imlek
Baca juga: Ditutup Selama Pandemi, Wihara Lalitavistara Cilincing Dibuka Khusus Imlek
Setelah bisa berlayar kembali, pedagang tersebut bertekad untuk membuat tempat peribadatan yang dijadikan sebagai altar San Guan Da Di.
Hingga akhirnya, guru dari kakek buyut Duta menemukan tempat peribadatan tersebut.
"Nah oleh kakek buyut guru kami, saya kan generasi ketiga, jadi gurunya kakek saya datang dari Tiongkok, menemukan tempat ini, kemudian dibangun tempat peribadatan keagamaan Buddha. Jadi sebelum dibangun jadi wihara itu adalah kelenteng," tuturnya.
Duta tak bisa menjelaskan secara pasti berapa tahun tepatnya bangunan ini dibangun.
Yang jelas, usia papan San Guan Da Di yang disebut itu sudah berusia lebih dari 300 tahun, sedangkan wiharanya sendiri berusia sekitar 120 tahun.