Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Fakta Sidang Perdana Mantan Dirut Garuda Ari Askhara, Salah Satunya Ancaman 10 Tahun Penjara

Kompas.com - 16/02/2021, 07:59 WIB
Muhammad Naufal,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara dan mantan Direktur Operasional PT Garuda Indonesia Iwan Joeniarto menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten, Senin (15/2/2021).

Agenda sidang kemarin adalah pembacaan dakwaan terhadap dua mantan petinggi Garuda itu terkait kasus kepabeanan dan penyelundupan sepeda motor Harley Havidson.

Tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan negeri (Kejari) Kota Tangerang menghadirkan Ari dan Iwan dalam persidangan.

Dakwaan

Tim JPU Kejari Kota Tangerang dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mendakwa Ari dan Iwan dengan Pasal Kepabeanan.

"Ada tiga pasal dakwaan, yang pertama Pasal 102 huruf E UU No 17 tahun 2006 juncto Pasal 55 Ayat 1 tentang UU Kepabeanan," ujar Bayu yang ditemui usai sidang, Senin sore.

Baca juga: Mantan Dirut Garuda Ari Askhara Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara dan Denda Rp 5 Miliar

"(Dakwaan) kedua, Pasal 102 huruf H (UU No 17 tahun 2006), dan (dakwaan) ketiga adalah Pasal 103 huruf A (UU No 17 tahun 2006)," imbuh dia.

Ancaman hukuman terhadap terdakwa, kata Bayu, minimal 1 tahun dan maksimal 10 tahun penjara, serta denda minimal Rp 50 juta.

Ari tak komentar

Ari menolak untuk berkomentar atas dakwaannya usai mengikuti agenda sidang.

Usai sidang, Ari yang mengenakan batik berwarna hitam kuning itu langsung menuju kendaraannya dan menghindari awak media.

Baca juga: Mantan Dirut Garuda Ari Askhara Terancam Pidana Penjara

Anggota tim penasihat hukum Ari dan Iwan, Andre, mengatakan bahwa kedua kliennya akan mengikuti proses hukum yang ada.

"Ya kami ikuti dulu proses hukum yang ada," ujar dia sembari berjalan cepat menuju kendaraannya.

Ajukan ekspesi

Tim penasihat hukum Ari dan Iwan mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan yang kliennya dapatkan.

Menurut Bayu, tim PH terdakwa mengajukan ekspesi itu sebagai bentuk tanggapan terhadap tiga pasal yang didakwakan terhadap Ari dan Iwan.

Adapun sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan akan diadakan pada Kamis (18/2/2021) di PN Tangerang.

Menjadi tahanan kota

Ari dan Iwan ditetapkan sebagai tahanan kota oleh Kejari Kota Tangerang.

Bayu mengatakan, penetapan itu berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan Kejari Kota Tangerang.

"Ada beberapa pertimbangan. Dalam hal ini, (Ari dan Iwan) masih dibutuhkan terkait dengan kegiatan yang ada di penerbangan," ungkap Bayu.

"Jadi, kebijakan-kebijakan mantan pimpinan Garuda tersebut masih dijadikan pertimbangan untuk kepentingan negara, yaitu terkait dengan penerbangan," sambung dia.

Kejati banten ikut terlibat

Pihak Kejati Banten, sambung Bayu, tetap dilibatkan dalam mengurus kasus Iwan dan Ari.

Karena itu tim JPU Kejati Banten turut dalam persidangan dua orang itu.

"Sejak pra-penuntutan, dari Kejati Banten (juga ikut serta). Dalam hal ini, ketika dinaikkan ke penuntutan tahap dua, pengumpulan barang bukti dan persidangan, Kejati Banten tetap mendampingi dan dilibatkan," kata Bayu.

Ia menambahkan, pihak Kejati Banten yang pertama kali meneliti berkas perkara Ari dan Iwan.

"Jaksa dari Kejati Banten memang sudah mengikuti perkembangannya," ujar Bayu.

Awal mula kasus kepabeanan

Kasus kepabeanan dan penyelundupan yang menjerat Ari dan Iwan bermula  saat pesawat baru yang dibeli PT Garuda Indonesia, jenis Airbus A330-900 Neo dengan nomor penerbangan GA9721, mendarat di hanggar milik PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten. 

Petugas Bea dan Cukai menemukan sejumlah barang mewah di lambung pesawat itu. Para petugas menemukan onderdil motor Harley Davidson dan sepeda Bromptom ilegal di bagasi pesawat yang baru datang dari pabrik Airbus di Perancis tersebut.

Penyidik Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan kemudian menyatakan Ari Askhara serta Iwan Joeniarto terlibat menyelundupkan Harley dan Brompton itu. Mereka kemudian dijerat Pasal No 17 Tahun 2006 tentang kepabeanan dan diancam hukuman penjara selama 10 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Sebut Warga Depok Jenuh Dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh Dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com