JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok masih diinginkan oleh sebagian masyarakat Jakarta untuk kembali memimpin Ibu Kota.
Hal itu terlihat dari survei Media Survei Nasional (Median) yang dilakukan pada 31 Januari-3 Februari 2021. Elektabilitas Ahok berada di posisi ketiga, di bawah Gubernur DKI Anies Baswedan dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Direktur Riset Median Ade Irfan Abdurrahman mengatakan, semula pihaknya melakukan survei tanpa menyodorkan nama alias pertanyaan terbuka (top of mind).
Baca juga: Kala Risma dan Ahok Kejar Elektabilitas Anies di DKI Jakarta
Anies sebagai petahana keluar di posisi pertama dengan dipilih oleh 40,5 persen. Di posisi kedua, ada Menteri Sosial Tri Rismaharini dengan 16,5 persen.
Ade menilai munculnya nama Risma ini tak mengejutkan. Sebab, sejak menjabat Mensos, Risma memang kerap blusukan di sudut-sudut Ibu Kota dan diisukan hendak maju di Pilkada DKI Jakarta.
"Yang menarik di posisi ketiga secara top of mind, Ahok muncul di posisi ketiga dengan angka 8,5 persen," ujar Ade dalam konferensi pers virtual, Senin (15/2/2021).
Baca juga: Saat Ahok Masih Dipilih Warga Jakarta sebagai Calon Gubernur...
Ade menilai munculnya nama Ahok menarik. Meski statusnya sebagai mantan narapidana, tetapi ia masih dipilih oleh sebagian masyarakat Jakarta untuk kembali memimpin Jakarta.
"Apalagi ini metode survei top of mind tanpa diberi pilihan nama. Artinya nama Ahok itu memang masih melekat di sebagian masyarakat," kata Ade.
Selain metode top of mind, Median juga melakukan survei dengan metode semi terbuka. Dengan metode ini, responden diberi pilihan 16 nama calon, namun tetap bisa memasukkan nama lainnya.
Hasilnya Ahok tetap dipilih oleh responden, namun elektabilitasnya menurun ke angka 2 persen. Di atas Ahok ada Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (3,5 persen) serta Menteri Pariwisata Sandiaga Uno (5,5 persen). Dua nama tersebut sempat bersaing dengan Ahok di Pilkada DKI 2017.
Lalu di atasnya ada Risma (23,5 persen) dan Anies (42,5 persen).
Adapun survei ini dilakukan secara tatap muka dengan 400 responden di DKI Jakarta yang memiliki hak pilih. Margin of error survei sebesar plus minus 4,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Median mengaku membiayai sendiri survei ini.
Tanggapan Ahok
Ahok memang bukan nama baru di panggung politik Jakarta. Di Ibu Kota, ia memulai karier sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta berpasangan bersama Joko Widodo pada 2012.
Setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada Pilpres 2014, Ahok menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Namun, karier politik Ahok yang moncer akhirnya tersandung kasus penistaan agama menjelang Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Baca juga: Namanya Masih Muncul di Survei Pilgub DKI, Ini Respons Ahok
Ahok menghadapi kasus penistaan agama sejak 2016 dan divonis dua tahun penjara pada 9 Mei 2017. Tak hanya berdampak hukum, kasus itu juga berdampak secara politik. Elektabilitasnya merosot dan kalah dari Anies pada Pilgub DKI 2017.
Ahok pun merespons santai hasil survei Median yang menunjukkan namanya masih dipilih oleh sebagian responden di bursa pemilihan calon gubernur DKI Jakarta.
Saat ditanya Kompas.com soal survei Median itu melalui pesan singkat, Senin (15/2/2021), Ahok hanya merespons dengan mengirimkan sticker bayi tertawa dan bertulisan 'Ketawa aja'.
Saat ditanya lebih jauh mengenai ketertarikannya untuk maju lagi pada Pilgub DKI, Komisaris Utama PT Pertamina itu juga hanya menjawab dengan mengirim stiker.
Mungkinkah?
Pengamat politik dan Direktur Indoatrategi Arif Nurul Imam menilai dengan modal elektabilitas 8 persen, Ahok masih memiliki peluang untuk kembali berkontestasi di Pilkada DKI.
Jika melihat angkanya, elektabilitas Ahok memang masih jauh dari Risma ataupun Anies selaku petahana. Namun, masih ada peluang untuk meningkatkan elektabilitas itu.
Apalagi masih ada waktu yang lumayan lama sampai pilkada selanjutnya. Pilkada DKI baru akan digelar 2022 atau 2024, tergantung hasil pembahasan Undang-Undang Pemilu antara DPR dan pemerintah.
"Ahok tentu harus menunjukkan prestasi dan kinerjanya sehingga dapat menjadi nilai positif bagi masyarakat Jakarta dan memperoleh insentif elektoral," kata Arif.
Meski memungkinkan secara politik, ada aspek hukum yang mengganjal. Status sebagai mantan narapidana tak bisa membuat Ahok serta-merta bisa maju sebagai calon kepala daerah.
Kesempatan untuk bisa mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta bisa didapat Ahok apabila sudah melewati lima tahun usai dibebaskan dari tahanan.
Hal tersebut tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 yang memungkinkan seorang mantan narapidana mencalonkan diri sebagai gubernur, tetapi dengan syarat menunggu jeda waku lima tahun setelah melewati masa pidana penjara.
Selain itu, Ahok juga wajib mengumumkan mengenai latar belakang dirinya sebagai mantan narapidana jika ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Putusan MK tersebut mengubah Pasal 7 Ayat 2 huruf G Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang sebelumnya tidak ada persyaratan jeda waktu, kini harus ada jeda waktu lima tahun.
Ahok sendiri baru dinyatakan bebas pada 24 Januari 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.