JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, curah hujan yang terjadi di Jakarta selama beberapa hari terakhir merupakan hujan ekstrem.
Kondisi ini, sebut Yayat, tidak ditemukan saat musim hujan selama 10 tahun lalu lantaran efek pemanasan global.
Oleh karenanya, pemerintah perlu menyiapkan diri untuk meningkatkan kapasitas drainase.
Saat ini, kapasitas drainase di Ibu Kota hanya mampu menampung hujan dengan curah 50 milimeter hingga di bawah 100 milimeter per hari.
"Jadi mau tidak mau kita harus menyikapi hujan ekstrem ini dengan kesiapan mengantisipasinya bagaimana," kata Yayat kepada Kompas.com, Selasa (23/2/2021).
Baca juga: Pemprov DKI Sebut Banjir karena Curah Hujan Ekstrem, Lebihi Kapasitas Drainase
Dia menuturkan, apabila pendekatan penanganan banjir hanya mengandalkan sumur resapan hingga pompa, maka upaya tersebut masih kurang untuk mengantisipasi banjir, khususnya jika curah hujan lebih dari 100 milimeter per hari.
"Kalau hujannya normal di bawah 100 atau di bawah 50 (milimeter per hari) itu masih berfungsi. Tapi untuk kondisi Jakarta, tidak semua bisa dengan sumur resapan lagi," tutur Yayat.
Oleh karenanya, dibutuhkan infrastruktur yang mampu menampung curah hujan ekstrem, salah satunya dengan normalisasi sungai.
Sebab, dalam beberapa tahun ke depan, curah hujan di Jakarta diprediksi tetap tinggi.
"Makanya kita mau tidak mau harus berpikir lebih realistis bahwa sistem kita sudah tidak sesuai dengan kondisi hujan yang terjadi sekarang," ucap Yayat.
Baca juga: Anies: Banjir di Jakarta Dampak Air Kiriman dari Depok
Sebelumnya diberitakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, banjir yang menggenangi sejumlah wilayah Ibu Kota pada Sabtu (20/2/2021) merupakan dampak air kiriman yang berasal dari Depok yang masuk ke Jakarta melalui aliran Kali Krukut.
Anies menyatakan, penyebab banjir di sisi Jalan Sudirman disebabkan luapan Kali Krukut.
Aliran Kali Krukut juga meluap dan menggenangi Jalan Kemang Raya, Jalan Widya Chandra, dan Jalan Tendean.
Menurut dia, Kali Krukut meluap karena ada penambahan debit air dari hujan lokal yang terjadi di kawasan Depok.
Dia menjelaskan, curah hujan di hulu tercatat 136 milimeter per hari. Air kemudian melintas melewati dua sungai, yakni Kali Mampang dan Kali Krukut.
Baca juga: Pakar Dorong Pemprov DKI Tuntaskan Pembebasan Lahan untuk Normalisasi Sungai
Kedua aliran sungai tersebut bertemu di belakang LIPI, lalu mengalir ke Sudirman.
Dengan demikian, banjir yang terjadi merupakan dampak dari kiriman air yang berasal dari kawasan tengah sekitar Depok.
"Biasanya kalau hujannya di pegunungan (daerah Bogor) airnya akan lewat Kali Ciliwung, tapi kalau terjadinya hujan deras di kawasan tengah (sekitar Depok), maka lewat ke sungai aliran tengah, yakni kali Krukut ini," kata Anies.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.