Lahir pada 16 Desember 1912 di Bonandolok, Silaban tumbuh dalam jaman kolonial.
Ia bersekolah di H.I.S. Narumonda, Tapanuli, dan kemudian melanjutkan pendidikan di Koningin Wilhelmina School, sebuah sekolah teknik di Jakarta.
Di sekolah ini, ia mempelajari ilmu bangunan (bouwkunde) dan lulus pada tahun 1931.
Baca juga: Masjid Istiqlal yang Mendobrak Desain Tradisional di Masanya. . .
Sayangnya, Silaban tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat universitas karena masalah finansial.
"Tapi di luar itu semua, beliau telah mendedikasikan dan mengabdikan hidupnya hingga mencapai kemampuan menghasilkan berbagai desain arsitektur Indonesia, melalui pembelajaran pribadi yang tiada henti," tulis buku Rumah Silaban.
Segera setelah kelulusannya pada 1931, Silaban menjadi pegawai di Departemen Umum di bawah pemerintah kolonial.
Setelah kemerdekaan, ia diangkat menjadi direktur Pekerjaan Umum di Bogor, sebuah jabatan yang dipegangnya hingga 1965 setelah jatuhnya Soekarno.
Baca juga: Pidato Soekarno saat Pembangunan Istiqlal: Membuat Masjid, Buatlah! Jangan Kecil-kecilan!
Jurnal "Biografi Friedrich Silaban Perancang Arsitektur Masjid Istiqlal" mengungkapkan bahwa Silaban mulai mengalami kemunduran kesehatan pada 1983.
Di antara penyakit yang dideritanya adalah gangguang fungsi kandung kemih, maag, dan kelainan darah.
Pada kurun waktu Juni hingga Juli 1983, Silaban secara rutin memeriksakan diri di laboratorium klinis dan memonitor komposisi kandungan hemoglobin pada darahnya yang kian berkurang.
Silaban sempat menjalani pengobatan di Singapura, namun kondisinya tetap melemah.
Baca juga: Awal Mula Masjid Istiqlal, Soekarno dan Hatta Berdebat Saat Tentukan Lokasi
Di akhir 1983, ia dirawat di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, karena terjatuh. Kondisinya semakin memburuk di tahun-tahun berikutnya.
Pada hari Minggu, 13 Mei 1984, Silaban terpaksa dilarikan kembali ke RSPAD karena mengalami sakit perut disertai dengan muntah-muntah. Setelah itu kondisinya memburuk selama beberapa jam.
"Friedrich Silaban akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 14 Mei 1984, pada pukul 2 dini hari," tulis jurnal tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.