JAKARTA, KOMPAS.com - Karya Friedrich Silaban tak lekang oleh waktu. Rancangannya gagah berdiri hingga kini, Masjid Istiqlal di Jakarta.
Meski mengalami proses renovasi yang selesai pada Januari 2021, ciri khas Masjid Istiqlal tidak hilang.
Kubah masjid tetap berdiameter 45 meter, melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia.
Masjid tetap ditopang 12 tiang yang melambangkan hari kelahiran Nabi Muhammad, 12 Rabiul Awal.
Baca juga: Pergolakan Batin Friedrich Silaban Saat Ikut Sayembara Masjid Istiqlal
Istiqlal juga memiliki empat lantai balkon dan satu lantai dasar. Kelima lantai ini melambangkan lima rukun Islam serta jumlah sila dalam Pancasila.
Adalah karya bertajuk "Ketuhanan" rancangan Friedrich Silaban, yang membentuk itu semua.
Silaban memenangi sayembara mencari arsitek Masjid Istiqlal pada Juli 1955. Ketua juri sayembaranya Presiden Soekarno sendiri.
Dalam proses merancang Masjid Istiqlal, Silaban mengalami konflik batin.
Ia adalah seorang Kristen. Namun, status agamanya tidak mengganjal Silaban untuk andil dalam proyek besar bangsa.
Silaban menjawab tantangan Soekarno. Ia sungguh-sungguh dan berkonsentrasi mempelajari penugasannya.
"(Silaban) mendalami berbagai berbagai hal terkait ibadah umat Islam, termasuk kegiatan berwudu, shalat berjamaah, kiblat, dan berbagai ritual khusus yang diharapkan hadir di Masjid Istiqlal," tulis Setiadi Sopandi dalam bukunya Friedrich Silaban.
Keterlibatan sentral seorang umat Nasrani dalam perencanaan masjid berskala nasional menjadi momen yang mendamaikan saat itu.
Sejak dulu hingga sekarang, media kerap menjadikan fakta ini sebagai simbol toleransi dan keberagaman.
Pembangunan Masjid Istiqlal ditandai dengan peletakan batu pertama pada 24 Agustus 1961.
Rahil Muhammad Hasbi dan Wibisono Bagus Nimpuno dalam jurnalnya "Pengaruh Arsitektur Modern pada Desain Masjid Istiqlal" menulis, desain Masjid Istiqlal dipengaruhi oleh aliran arsitektur modern.
Arsitektur modern di Indonesia diperkenalkan oleh arsitek-arsitek Belanda.
Sementara Silaban pernah bekerja dengan pemerintah kolonial Belanda di Bureau van Openbare Werken (BOW).
"Sehingga, ketika dia mendesain Masjid Istiqlal sangat terasa pengaruh dari arsitektur modern tersebut," tulis Rahil dan Wibisono.
Baca juga: Kisah Ironis Friedrich Silaban, Hidup Susah Usai Rancang Masjid Istiqlal yang Monumental
Sementara itu, Setiadi Sopandi dalam bukunya Friedrich Silaban menulis, karya Silaban sederhana dan tegas.
"Silaban memang piawai dalam menggambar. Garis-garisnya tegas, tebal tipis menyampaikan pesan dengan efektif dan gamblang," tulis Setiadi.
Monumentalis dan keanggunan kolom-kolom tinggi menjulang secara tepat disampaikan lewat gambar-gambar karya Silaban.
Oleh sebab itu, karya Silaban memenangi sayembara serta mampu meyakinkan Soekarno dan para juri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.