Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pintu Air Manggarai Ternyata Dibangun untuk Pindahkan Banjir dari Pusat ke Pinggiran Jakarta

Kompas.com - 26/02/2021, 12:21 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir di Jakarta sudah terjadi sejak lama, bahkan sejak masa penjajahan kolonial Belanda ketika Ibu Kota masih bernama Batavia.

Penyebab utama banjir adalah tingginya debit air kiriman dari daerah hulu di Jawa Barat saat musim hujan datang. Air tersebut mengalir sepanjang Sungai Ciliwung dan bermuara di Teluk Jakarta.

Pemerintah Belanda kemudian menugaskan ahli tata air Belanda, Herman van Breen, untuk mengendalikan air dari hulu sekaligus membatasi volume air yang masuk ke kota, seperti dilansir dari Kompas.

Saat itu, pusat pemerintahan dan perekonomian Batavia masih berkutat di sekitar Kota Tua hingga ke Weltevreden (kini wilayah Sawah Besar).

 

Van Breen pun mencetuskan ide pembangunan Pintu Air Manggarai di selatan Jakarta untuk menampung air yang masuk dari hulu.

Baca juga: Cerita Pemerintah Hindia Belanda Habiskan Jutaan Gulden, tetapi Tak Bisa Atasi Banjir Jakarta

Air tersebut kemudian disalurkan menuju laut melalui Kanal Barat yang juga perlu dibangun.

Menurut arkeolog Candrian Attahiyyat, proposal proyek pengendalian banjir itu diajukan oleh Van Breen pada 1903.

Namun, pembangunannya sendiri baru berjalan tahun 1914-1918 karena minimnya dana, mengingat saat itu krisis ekonomi sedang mendera dunia.

Atas jasanya, Van Breen diberi penghargaan oleh Departement van Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau departemen urusan perairan pada tahun 1919.

Monumen penghargaan yang ditulis dengan bahasa Belanda itu masih terpasang di tembok terowongan Pintu Air Manggarai.

Baca juga: Muncul Rencana PSI Interpelasi Anies soal Banjir, Apa Maknanya?

Tidak menghentikan banjir

Dalam pemberitaan harian Kompas (5/2/2007) sejarawan Restu Gunawan menyebutkan, pada 19 Februari 1918, banjir besar merendam pusat perekonomian dan pemerintahan Jakarta.

Wilayah yang terendam adalah Straat Belandongan, Kali Besar Oost, Pinangsia, Prinsenlaan, Tanah Tinggi, Pejambon, Grogol, Kebon Jeruk, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng Kapuran, dan Kampung Tangki.

Banjir tak luput menggenangi Kampung Jacatra atau Kampung Pecah Kulit di samping Kali Gunung Sari, Angke, Pekojan, dan sekitarnya.

Di Jakarta waktu itu juga dilanda wabah kolera. Setiap hari, 6-8 orang masuk rumah sakit.

Melihat kondisi seperti itu, Gemeenteraad (DPRD) Batavia mengadakan sidang paripurna. Sidang tersebut dihadiri 14 anggota DPRD, Wali Kota Batavia G.J Bisschop, dan Herman van Breen sebagai arsitek Pintu Air Manggarai.

Baca juga: Saat Rencana PSI Interpelasi Anies soal Banjir Disambut Gelak Tawa Pimpinan DPRD DKI

Schotman, anggota DPRD, mencecar Bisschop dengan pertanyaan tentang penanganan banjir. Breen juga ditanya, apakah Kanal Barat dapat mengatasi banjir?

Van Breen tidak menjamin Jakarta akan bebas banjir. Sebab, sesungguhnya kanal dan Pintu Air Manggarai hanya memindahkan wilayah banjir.

Banjir yang tadinya melanda pusat pemerintahan Hindia Belanda di Weltevreden (Monas, Lapangan Banteng, dan sekitarnya) dan permukiman elite Menteng dipindah ke Manggarai dan Jatinegara.

Manggarai yang ketika itu terletak di luar kota diprioritaskan untuk menanggulangi banjir Jakarta yang luasnya hanya 162 kilometer persegi.

Baca juga: Saat Rencana PSI Interpelasi Anies soal Banjir Tidak Didukung Fraksi Lain di DPRD DKI

Sementara itu Candrian mengatakan, Pintu Air Manggarai serta Kanal Barat dibuat untuk membantu meringankan beban Pintu Air Istiqlal, yang sudah terbangun lebih dulu.

Pintu Air Istiqlal, dulu dikenal juga sebagai Sluisburg (jembatan pintu air) serta Pintu Air Kapitol, dibuat untuk mengendalikan air di saluran agar tidak menyebabkan banjir bagi Weltevreden.

”Namun, pintu air ini jebol karena banjir pada akhir abad ke-19,” ucapnya. (Kompas/ Dian Dewi Purnamasari, J Galuh Bimantara)

Artikel di atas telah tayang di Kompas.id dengan judul "Tak Cukup Pintu Air Manggarai".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com