DEPOK, KOMPAS.com - Setahun sudah Covid-19 mewabah di Indonesia di mana pada 2 Maret 2020 silam, dua warga Depok, Jawa Barat, terkonfirmasi sebagai pasien pertama yang terpapar virus SARS-COV-2.
Mereka adalah Sita Tyasutami, yang kala itu disebut sebagai pasien 01, dan ibunya Maria Damaningsih (64) sebagai pasien 02.
Setahun berlalu, Maria mengatakan dirinya merasakan efek kesehatan jangka panjang sebagai mantan pasien Covid-19.
Hal ini disebut sebagai long Covid-19.
"Ini aku kadang alami long Covid seperti ini, nih, napasnya kayak terengah-engah, kamu dengar kan?" kata Maria kepada Kompas.com, Senin (1/3/2021).
Diakui perempuan yang berprofesi sebagai penari itu, dirinya tidak pernah merasa sesak napas bahkan mudah kelelahan sebelum terpapar Covid-19.
"Dulu aku enggak gini. Kalau jalan pagi sekarang, tuh, kadang-kadang merasa, lho, kok capek, ya," kata Maria.
Tak hanya sesak napas dan mudah kelelahan, Maria mengungkapkan dirinya juga mudah lupa.
"Saya rasanya pulih (dari Covid-19) ya, tapi kadang-kadang ada memori yang suka agak lama terpikir," ujar Maria.
Maria mencontohkan, dirinya acapkali lupa nama jalan yang sejatinya sering ia lewati,
"Misalnya, nama jalan. Saya sering dengar, kok, tapi lupa di mana? Aku harus diam dulu, aku tanya anakku, baru teringat," cerita Maria.
"Sekitar lima bulan yang lalu, misalnya, dengar ada Jalan Ampera, aku diam dulu. Ampera kayaknya aku tahu. Padahal, dulu setiap hari aku lewatin, kok sekarang tiba-tiba tanya di mana. Ha-ha-ha..." tambahnya.
Menurut Maria, tak hanya dirinya yang kini merasakan dampak long Covid-19.
"Itu ternyata, long Covid kayak begitu. Ada temanku yang memori penciumannya hilang, kayak dia melihat durian tapi dia lupa rasanya," paparnya.
Bersyukur masih bernapas
Maria membagikan kisahnya ketika mengalami susah bernapas saat terinfeksi Covid-19.
Dia bahkan pernah pingsan karena oksigen yang ia terima menurun.
Baca juga: RSPI Sulianti Saroso Sudah Bersiap Hadapi Covid-19 Sebelum Pengumuman Jokowi pada 2 Maret 2020
"Aku ingat banget, saat diisolasi, saya sempat pingsan, saya pikir karena saya darah rendah, ternyata ada oksigen yang turun, jadi saya sempat pingsan di kamar mandi, sendiri pula waktu itu," cerita Maria.
"Untung saya tenang banget, jadi saya sabar, terus diam lama di kamar mandi, lalu baru pelan-pelan. Kalau saya panik, bisa berhenti kali napasnya," bebernya.
Menjadi penyintas Covid-19 telah membuka perspektif baru bagi Maria dalam memandang kehidupan.
Maria mengaku semakin menghargai napas yang masih bisa ia nikmati.
"Kita harus menghargai napas. Luar biasa," kata Maria.
"Napas itu kan yang satu-satunya membuat kita hidup. Jadi, peliharalah napas itu, perhatikan napas itu. Ha-ha-ha..." jelasnya.
Menurut Maria, penting bagi manusia untuk senantiasa bersyukur ketika Tuhan masih memberi kesempatan untuk bernapas.
"Bersyukurlah bahwa kita masih ada napas. Ketika kita masih bernapas, kita masih diberi kesempatan untuk hidup. Saat hidup, peliharalah," ujar Maria.
"Tarik napas dan buang napas itu kan memberikan kesehatan buat tubuh kita. Kalau kita masih diberikan napas, ya itulah yang paling sederhana yang bisa kita lakukan," lanjutnya.
Maria menambahkan, mungkin banyak orang kesulitan untuk merasa bersyukur dengan kondisi saat ini.
Namun, menurutnya, masih bisa bernapas sudah cukup untuk melayangkan syukur ke Tuhan.
"Rasa syukur itu memang kadang terpikir membosankan, bersyukur apa lagi? Ya napas itu saja," ucap Maria.
"Syukuri napas itu. Kita berikan perhatian sehingga kita masih bisa hidup dan “menghidupi hidup” itu. Kita diberi semua itu dengan gratis oleh Tuhan, oleh Allah, oleh alam semesta itu," sambungnya.
(Reporter: Vitorio Mantalean / Editor: Nursita Sari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.