Untuk melaksanakan ibadah sholat pun ia kadang tak sempat, sebab banyaknya jenazah yang harus dimakamkan.
Padahal sehari-harinya, terdapat delapan regu yang masing-masingnya terdiri dari empat orang.
Regu-regu tersebut beroperasi secara bergantian dalam memakamkan jenazah terkait Covid-19.
Meski demikian, Jasin mengaku masih kewalahan dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari.
Kini, Jasin mengaku terbantu sejak dibukanya lahan makam terkait jenazah Covid-19 di lokasi lain.
Namun, tantangan baru menguji tukang gali kubur seiring dengan hujan yang turun dengan lebat di awal tahun 2021 ini.
"Sekarang ini kan musim hujan, makam-makam itu pada amblas" ujar Jasin.
Pasalnya, jenazah terkait Covid-19 biasanya dimakamkan dengan peti karbon.
Baca juga: Situasi Kontras Jakarta dan Wuhan 1 Tahun Setelah Kasus Covid-19 Pertama Dilaporkan
Menurut Jasin, peti tersebut tak begitu baik kualitasnya sehingga rapuh jika terus-menerus terkena air hujan.
"Ini kan petinya biasa, pakai karbon, bukan peti dari kayu jati seperti peti jenazah yang biasa dipakai jenazah non-Muslim dari kayu jati, kuat," jelasnya.
Menurut Jasin, tak butuh waktu lama untuk makam-makam tersebut ambals jika hujan yang mengguyur datang secara rutin.
"Ini hujan tiga hari berturut-turut aja pasti ambrol, jadi banyak ini yang ambrol," tambah Jasin
Maka, meski pemakaman jenazah terkait Covid-19 mulai berkurang, Jasin dan kawan-kawan tak bisa bersantai sebab harus menata ulang makam-makam yang amblas saat ini.
Setahun pandemi Covid-19 bergulir, Jasin mengaku mulai terbiasa dengan rutinitas baru yang harus dihadapinya di masa pandemi Covid-19
Menurut dia, rasa lelah yang harus dilaluinya setiap hari adalah konsekuensi pekerjaannya sebagai tukang gali kubur.