Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Tahun Covid-19 di Mata Tukang Gali Kubur, Kerja Ikhlas hingga Harap Cepat Usai

Kompas.com - 03/03/2021, 05:55 WIB
Sonya Teresa Debora,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Satu tahun pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia mengorbankan banyak nyawa berguguran. Di balik pandemi ini, juga ada banyak kisah perjuangan baik para tenaga medis hingga tukang gali kubur.

Mereka melihat dari jarak dekat betapa ganasnya virus ini dengan cepat menyebar hingga merenggut nyawa. 

Hal ini dirasakan Jasin (40), seorang tukang gali kubur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tegal Alur.

Baca juga: Setahun Pandemi di Jakarta, Kematian Pasien Covid-19 Tembus Angka Tertinggi

Tegal Alur merupakan salah satu makam yang dikhususkan untuk pemakaman jenazah pasien Covid-19.

"Cuma pas pandemi ini, kerja bisa padat panget, enggak pernah-pernah sebelumnya kayak begini," ungkap Jasin saat ditemui Kompas.com, Selasa (2/3/2021).

Harus Menyesuaikan Diri

Pada awal pandemi Covid-19, Jasin mengaku banyak penyesuaian yang harus dilakukan pihaknya.

"Awal-awal pandemi, kita enggak tahu bisa banyak banget yang dimakamin sehari, jadi gali kubur masih manual pakai tangan kayak ngemakamin biasa," jelasnya.

Karena semakin melonjaknya jumlah jenazah yang harus dimakamkan per harinya, petugas mulai kewalahan.

Baca juga: Hoaks Setahun Pandemi, Covid-19 Bisa Disembuhkan Air Rebusan Bawang Putih dan Menular lewat Ponsel

"Akhirnya minta ada alat berat, kalau enggak kita enggak sanggup," kata Jasin.

Tak hanya dari cara menggali kubur, dalam memakamkan ia juga harus mengenakan Alat Pelindung Diri (APD).

"Harus pakai APD, nah itu panas sekali kan kalau siang. Mandi keringat, sudah kayak lemper kita dilapis-lapis," ungkap Jasin.

Tak Bisa Istirahat

Jadwal kerja para petugas gali kubur jadi sangat padat dengan adanya pandemi Covid-19.

Jasin ingat betul, pekerjaannya terasa sangat berat di bulan Desember 2020.

"Bulan Desember pertengahan, pernah sampai 60-70 jenazah sehari, wah itu capek banget," terangnya.

"Kita mau makan, baru sesuap nyampe di tenggorokan eh sudah ada yang datang jenazah, enggak jadi makan," kata Jasin.

Baca juga: Wuhan Bebas dari Covid-19 Setelah 1 Tahun, Apa yang Bisa Jakarta Pelajari?

Untuk melaksanakan ibadah sholat pun ia kadang tak sempat, sebab banyaknya jenazah yang harus dimakamkan.

Padahal sehari-harinya, terdapat delapan regu yang masing-masingnya terdiri dari empat orang.

Regu-regu tersebut beroperasi secara bergantian dalam memakamkan jenazah terkait Covid-19.

Meski demikian, Jasin mengaku masih kewalahan dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari.

Makam Amblas Saat Musim Hujan

Kini, Jasin mengaku terbantu sejak dibukanya lahan makam terkait jenazah Covid-19 di lokasi lain.

Namun, tantangan baru menguji tukang gali kubur seiring dengan hujan yang turun dengan lebat di awal tahun 2021 ini.

"Sekarang ini kan musim hujan, makam-makam itu pada amblas" ujar Jasin.

Pasalnya, jenazah terkait Covid-19 biasanya dimakamkan dengan peti karbon.

Baca juga: Situasi Kontras Jakarta dan Wuhan 1 Tahun Setelah Kasus Covid-19 Pertama Dilaporkan

Menurut Jasin, peti tersebut tak begitu baik kualitasnya sehingga rapuh jika terus-menerus terkena air hujan.

"Ini kan petinya biasa, pakai karbon, bukan peti dari kayu jati seperti peti jenazah yang biasa dipakai jenazah non-Muslim dari kayu jati, kuat," jelasnya.

Menurut Jasin, tak butuh waktu lama untuk makam-makam tersebut ambals jika hujan yang mengguyur datang secara rutin.

"Ini hujan tiga hari berturut-turut aja pasti ambrol, jadi banyak ini yang ambrol," tambah Jasin

Maka, meski pemakaman jenazah terkait Covid-19 mulai berkurang, Jasin dan kawan-kawan tak bisa bersantai sebab harus menata ulang makam-makam yang amblas saat ini.

Sudah Jadi Kewajiban

Setahun pandemi Covid-19 bergulir, Jasin mengaku mulai terbiasa dengan rutinitas baru yang harus dihadapinya di masa pandemi Covid-19

Menurut dia, rasa lelah yang harus dilaluinya setiap hari adalah konsekuensi pekerjaannya sebagai tukang gali kubur.

"Namanya kita orang pekerja, nggak boleh ngeluh juga. Sudah jadi kewajiban kan sebagai tukang gali kubur," katanya.

Baca juga: Tren Kasus Covid-19 Diklaim Menurun, Pemkot Bogor Tiadakan Ganjil Genap untuk Sementara

Jasin sadar bahwa selain dirinya banyak profesi lain yang juga mengemban beban berat karena pandemi Covid-19

"Pasti sopir ambulans juga capek, macet di jalan. Dokter suster juga pasti pada capek," kata Jasin.

"Lelah kita hilangnya karena pahala saja, memang capek, tapi sudah enggak kaget lagi, kebiasa sekarang," kata dia lagi.

Ia pun berharap agar masyarakat dapat lebih taat menjalankan protokol kesehatan agar pandemi Covid-19 segera berakhir.

"Kita taat aturan harus. Mudah-mudahan cepat berakhir ini Covid," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com