JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pelecehan seksual di lingkungan kantor menimpa dua orang karyawati sebuah perusahaan di Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. DF (25) dan EFS (23) dilecehkan bos mereka, JH (47).
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Bahrul Fuad, Kamis (4/3/2021), menjabarkan apa yang harus dilakukan kaum perempuan agar terhindar atau telah jadi korban kasus pelecehan seksual di lingkungan kerja.
Baca juga: Komnas Perempuan Imbau Korban Pelecehan Seksual Tak Sebarkan Bukti di Media Sosial
Menurut Bahrul, langkah awal yang bisa dilakukan perempuan adalah menghindari kondisi berdua dengan bos di kantor.
"Menghindari ruang-ruang yang sekiranya itu berpotensi seseorang dapat melakukan kekerasan seksual, di dalam ruangan bersama dengan bos hanya berdua misalnya," kata Bahrul.
Dia juga menyarankan agar kaum perempuan beritahu orang lain melalui pesan ketika merasa sedang dalam kondisi yang tidak aman.
Bahrul mendorong para perempuan berani melapor apabila sudah menjadi korban pelecehan seksual. Baik itu melapor ke pihak berwajib atau ke orang-orang yang dipercaya termasuk ke Komnas Perempuan.
"Lalu bagaimana jika sudah menjadi korban? Harus berani melapor, memberanikan diri untuk melapor kepada pihak-pihak yang dirasa bisa dipercaya," ucap Bahrul.
Baca juga: Karyawati Korban Pelecehan Seksual oleh Bos di Ancol Bertambah Menjadi 4 Orang
"Di Komnas Perempuan sendiri kami juga membuka pengaduan dan jangan khawatir kalau melapor ke Komnas Perempuan tentu datanya akan dijamin kerahasiaannya," kata dia.
Bahrul tidak menyarankan para korban untum melapor dengan mengungkap cerita di media sosial.
Bagi perempuan yang mengalami kekerasan seksual bisa melakukan pengaduan ke Komnas Perempuan melalui media sosia Komnas Perempuan atau menghubungi nomor telepon 021-3903963.
Bahrul juga mengemukakan, apabila memungkinkan, miliki dan simpan barang bukti kasus pelecehan itu, termasuk pelecehan seksual yang terjadi di media sosial.
"Kalau memungkinkan bikin barang bukti itu lebih bagus, kalau memungkinkan. Harap menyimpan barang bukti, mendokumentasikan barang bukti misalkan mengalami kekerasan berbasis gender online," ujar Bahrul.
"Misalkan fotonya disebarluaskan dan tidak semestinya, nah itu Anda bisa screenshot foto itu sebagai barang bukti," lanjutnya.
Menurut Bahrul, barang bukti itu diperlukan korban ketika menempuh upaya hukum.
Bahrul Fuad juga mengimbau kepada korban pelecehan seksual untuk tidak menyebarkan bukti peristiwa yang dia alami ke media sosial. Menurut dia, hal itu justru membuka peluang pelaku melaporkan korban atas pencemaran nama baik di media sosial.
"Kita ini kan masih ada Undang Undang ITE ya yang seringkali dimanfaatkan oleh pelaku untuk mengkriminalisasi korban," kata Bahrul.
"Saran kami dari Komnas Perempuan ketika merekam suara atau video peristiwa itu jangan disebarluaskan di media sosial.
Bisa jadi dengan UU ITE korban bisa dikriminalisasikan dengan pencemaran nama baik," lanjutnya.
Bahrul mengimbau, barang bukti tersebut sebaiknya diserahkan kepada pihak berwajib sebagai jalan menempuh upaya hukum.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.