JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 5 Maret 2014 atau tujuh tahun yang lalu, Ade Sara Angelina Suroto (19) ditemukan tak bernyawa di pinggir tol Bintara, Bekasi, Jawa Barat.
Polisi dengan cepat mengungkap pembunuh mahasiswi Universitas Bunda Mulia, Jakarta Utara itu, yaitu mantan Sara, Ahmad Imam Al Hafitd beserta pacarnya, Assyifa Ramadhani.
Sara, Hafitd, dan Assyifa diketahui sudah saling mengenal sejak sama-sama bersekolah di SMAN 36 Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur.
Pihak kepolisian mengamankan Hafitd ketika hendak melayat Sara di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Rikwanto.
"Pelaku atas nama Hafitd, 19 tahun, ditangkap di RSCM pada saat melayat korban," ujar Rikwanto, Kamis (6/3/2014).
Pihak penyidik yang ada di lokasi langsung mencurigai Hafitd, terutama setelah melihat luka bekas gigitan pada pemuda tersebut.
Setelah didesak, Hafitd pun mengaku sebagai pembunuh Sara.
"Hafitd akhirnya mengaku kalau luka itu bekas gigitan Sara," ucap Rikwanto.
Dari pengakuan Hafitd, keluar satu nama pelaku lain yakni pacarnya, Assyifa.
Assyifa diamankan di sebuah universitas di kawasan Pulomas, Jakarta Timur.
Kepala Resor Bekasi Kota Kombes Priyo Widiyanto kala itu mengatakan, Assyifa berhasil membujuk Sara untuk bertemu karena ingin diinfokan soal Goethe Institute, tempat les bahasa yang korban ikuti.
Kedua perempuan itu pun bertemu pada Senin. Sementara Hafitd menyusul kemudian.
Sara lalu diajak masuk ke mobil KIA Visto milik Hafitd.
"Di dalam mobil, berbicara sebentar dan (korban) tidak suka. Sara mau melarikan diri ditarik dan mendapat penganiayaan," kata Priyo.
Penganiayaan itu, disebut Priyo, terjadi pada rentang waktu Senin pukul 19.00 WIB sampai dengan Selasa (4/3/2014) pukul 23.00 WIB.
"Selama 26 jam mereka melakukan penganiayaan," ujar Priyo.
Dalam salah satu persidangan kasus tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2014), Assyifa mengungkapkan, di lokasi les, Sara menawarkan diri untuk membantu dirinya yang sedang bertengkar dengan Hafitd.
"Sara mengajak aku keluar. Dia mau temani aku bertemu Hafitd," ujar Assyifa.
Baca juga: Jaksa Kasus Pembunuhan Ade Sara Banding, Pengacara Assyifa Ikut Ajukan Banding
Setelah Ade Sara dan Assyifa keluar dari tempat les dan masuk ke dalam mobil Hafitd, Assyifa pun langsung menasihati Hafitd.
"Fitd, kalau ngomong sama cewek jangan kasar-kasar, dong," ujar Assyifa yang menirukan ucapan Ade Sara.
"Diem lu, De, jangan banyak omong," kata Assyifa, yang menirukan jawaban Hafitd.
Setelah itu, Hafitd langsung menyetrum Ade Sara sebanyak tiga kali.
Assyifa lalu menjambak rambut Ade Sara, yang sudah lemas. Ia kemudian menurunkan tubuh Ade ke bawah.
Penganiayaan masih berlanjut di dalam mobil. Hafitd dan Assyifa bergantian menganiaya Sara berupa pemukulan, penyetruman, pencekikan menggunakan tali tas, dan penyumpalan mulut korban dengan tisu dan kertas koran.
Korban bahkan ditelanjangi setengah badan.
Hasil visum kemudian mengungkapkan bahwa penyumpalan mulut yang menyebabkan Sara meninggal dunia.
Setelah Sara meninggal, kata Priyo, Hafitd dan Asyifa tetap menempatkannya di kursi belakang mobil Hafitd.
Mereka berdua membawa jasad itu berkeliling Jakarta dan sekitarnya, hingga kemudian membuang jasad Sara di pinggir tol pada Rabu dini hari.
Lantaran tidak jelas tempat kejadian perkara, kasus Sara, yang awalnya ditangani Polresta Bekasi Kota merujuk pada lokasi penemuan jasad, diserahkan ke Polda Metro Jaya.
Selama penyelidikan dan persidangan, Hafitd dan Assyifa memiliki motof berbeda di balik pembunuhan Sara.
Hafitd mengaku sakit hati kepada Sara yang memutuskannya karena alasan perbedaan agama.
Ia semakin geram saat mengetahui Sara kembali berpacaran dengan laki-laki berbeda agama.
Hafitd juga kesal karena Sara enggan bertemu dan berkomunikasi dengannya setelah putus.
Di sisi lain, Assyifa mengaku cemburu lantaran Hafitd masih sering menghubungi mantan pacarnya.
Ia pun takut Hafitd kembali berpacaran dengan Sara.
Baca juga: Akhir Cerita Sejoli Terdakwa Pembunuh Ade Sara
Sejak persidangan untuk pertama kalinya digelar pada 16 Agustus 2014 di PN Jakarta Pusat, Hafitd dan Assyifah berupaya untuk mendapat keringanan hukuman.
Pasalnya, jaksa penuntut umum Aji Susanto langsung memberi dakwaan dengan tiga pasal berlapis di mana ia mengajukan Pasal 340 KUHG tentang Pembunuhan Berencana sebagai dakwaan primer.
Tim kuasa hukum Hafitd dan Assyifah berusaha agar dakwaan primer adalah Pasal 353 KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Mereka mengajukan eksepsi dan pledoi sehingga para kliennya terhindar dari hukuman seumur hidup.
Tak hanya itu, Hafitd dan khususnya Assyifah selalu bersaksi di persidangan dengan pernyataan meringankan keterlibatan masing-masing.
Assyifa, misalnya. Ia bersikeras menyalahkan Hafitd sebagai orang yang menyuruhnya menganiaya Sara.
Assyifa mengaku sering meminta pulang sesaat sebelum kejadian itu berlangsung. Namun, kata dia, Hafitd bersikeras melanjutkan penculikan itu. Assyifa beralasan, dia memukul Ade Sara atas perintah Hafitd.
"Kan aku udah minta pulang. Aku juga udah larang Hafitd. Hafitd yang nyuruh aku buat kayak gitu," jawab Assyifa sambil terisak-isak di persidangan pada Selasa (21/10/2014).
Assyifah bahkan meminta agar hakim menjatuhkan vonis ringan kepadanya.
"Saya sama sekali tidak pernah mempunyai niat, apalagi merencanakan membunuh korban," kata Assyifa pada nota pembelaannya yang tertuang pada berkas kasasi.
"Aku sudah menyadari kesalahanku. Aku berharap bisa dihukum seringan-ringannya," ujar Assyifa, Selasa (18/11/2014).
Setelah sekitar empat bulan sidang berlangsung, Hafitd dan Assyifa pun dijatuhkan vonis oleh majelis hakim pada sidang putusan, Selasa (9/12/2014).
Majelis hakim menjatuhkan hukuman selama 20 tahun bagi sejoli pembunuhan Ade Sara ini.
"Menyatakan terdakwa Assyifa Ramadhani telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana dan menjatuhkan pidana selama 20 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Absoro di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kedua pelaku menangis di pelukan ibu masing-masing yang hadir di sidang putusan. Assyifa bahkan pingsan. Meski begitu, keduanya memilih tidak mengajukan banding.
Akan tetapi, justru jaksa penuntut umum yang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI.
Kala itu, PT memutuskan memperkuat vonis hakim PN Jakpus sehingga Hafitd dan Assyifa tetap divonis 20 tahun penjara.
Rupanya, jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk menambah durasi hukuman pelaku.
MA mengabulkan dengan menaikkan masa hukuman penjara Hafitd dan Assyifa menjadi seumur hidup.
Dikutip dari situs resmi Mahkamah Agung, anggota majelis hakim MA, yaitu Dudu D Machmudin, Margono, dan Andi Abu Ayyub Saleh, mengabulkan kasasi jaksa PN Jakpus terhadap dua orang tervonis, yaitu Hafitd dan Assyifa.
Permohonan kasasi terhadap tervonis Hafitd dikabulkan pada 9 Juli 2015 dengan nomor register 793 K/PID/2015.
Sementara itu, permohonan kasasi terhadap Assyifa selaku tervonis dikabulkan pada 9 Juli 2015 dengan nomor register 791 K/PID/2015.
Hafitd diketahui mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, sementara Assyifa di Rutan Pondok Bambu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.