JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat 1 tahun yang lalu, pada 5 Maret 2020, sebuah pembunuhan oleh remaja berusia 15 tahun terjadi di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Korbannya adalah tetangganya sendiri yang masih berumur 5 tahun.
Pembunuhan ini tergolong sadis karena pelaku, berinisial NF, mengaku melakukan aksinya secara sadar.
Ia membunuh APA yang sedang bermain ke rumahnya dengan cara menenggelamkannya ke bak mandi, dicekik, dan kemudian dimasukkan ke dalam lemari di kamarnya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, tersangka kerap menonton film bergenre horor ataupun film dengan adegan sadis.
Salah satunya adalah Chucky, film tentang boneka pembunuh yang populer di tahun 1980-an yang kemudian menginspirasi NF untuk membunuh APA.
Keesokan harinya, NF masih beraktivitas seperti biasa. Ia mengenakan baju sekolah dan berangkat ke sekolah dengan meninggalkan jasad APA di lemari bajunya.
Di tengah perjalanan menuju sekolah, tersangka berganti pakaian dan menyerahkan diri ke Polsek Taman Sari.
Kepada polisi, tersangka mengaku memiliki hasrat untuk membunuh orang lain. Kebetulan, korban lah yang berada di rumahnya saat hasrat membunuhnya muncul.
"Memang tersangka ini punya hasrat untuk membunuh orang, tapi saat hari itu dia sudah tidak bisa menahan lagi," ungkap Yusri.
Baca juga: Penganiayaan 26 Jam oleh Sepasang Kekasih yang Terbakar Cemburu hingga Bunuh Ade Sara
Dari keterangannya ke pada polisi, NF mengaku puas setelah membunuh korban.
Selain berhasrat untuk membunuh orang, Yusri mengatakan, tersangka juga memiliki kebiasaan tak wajar, yakni membunuh hewan-hewan tanpa alasan.
"Sejak kecil pelaku senang bermain dengan binatang dan membunuh binatang dengan gampang," ujar Yusri. Di antara hewan yang menjadi korbannya adalah kucing peliharaan NF.
"Dia mempunyai hewan kesayangan, hewan peliharaan kucing, Tapi kalau lagi kesal, (kucing) itu bisa juga dilempar dari lantai 2," ungkap Yusri.
Baca juga: 7 Tahun Lalu, Sakit Hati dan Cemburu Melatarbelakangi Pembunuhan Ade Sara
Atas perbuatannya, NF ditahan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPAK) Cinere, Jakarta Selatan.
Alasannya, polisi menjalankan 4 asas penanganan kasus tindak pidana dengan tersangka anak berusia di bawar umur.
Asas pertama adalah asas praduga tidak bersalah. Kedua, yang menjadi pelaku adalah anak-anak.
Ketiga, selama pemeriksaan, tersangka harus didampingi oleh orang tua baik kandung atau asuh.
Asas keempat, adalah penempatan tahanan tersangka berusia di bawah umur berbeda dengan tahanan orang dewasa.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: Kecelakaan Maut Tugu Tani yang Renggut 9 Nyawa Pejalan Kaki
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyesalkan peristiwa tersebut, apalagi karena itu terjadi karena terinspirasi film.
Retno menjelaskan, adegan yang ditampilkan dalam sebuah film dapat memengaruhi perilaku seorang anak.
"Anak adalah peniru ulung dari apa yang dia lihat langsung di lingkungannya atau dia lihat melalui tayangan di televisi dan film," kata Retno.
Oleh karena itu, Retno menekankan perlunya pengawasan orang tua terhadap tontonan anak-anak mereka.
"Di sinilah pentingnya para orangtua untuk melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap apa yang ditonton anak-anak mereka, baik melalui televisi maupun aplikasi YouTube, mengingat mayoritas anak sudah memiliki telepon genggam," ungkap Retno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.