"Sara meninggal dengan tidak wajar. Ada pukulan-pukulan di daerah tertentu yang menyebabkan pembusukan lebih awal," ujar Suroto dalam wawancara di program Mata Nadjwa Metro TV, pada 29 Oktober 2014.
"Mukanya sudah hitam sekali. Sudah enggak dikenalin. Bahkan bola matanya 90 persen sudah keluar. Jadi memang sudah sulit dikenali," terangnya.
Baca juga: Orangtua Ade Sara Memelas Minta Bertemu Pembunuh Anaknya di Rutan Salemba
Suroto pun sempat menyangkal bahwa perempuan muda yang terbujur kaku di hadapannya adalah Sara.
"Saya sendiri awalnya tidak percaya itu Sara. Saya bilang ke istri saya: 'Ma, itu bukan Sara'. Tapi kembali lagi ke sidik jari. Kalau bukan Sara, ini siapa?" ucap Suroto.
Elisabeth, dalam acara yang sama, membenarkan pernyataan suaminya. Karena, selain wajah, kondisi rambut Sara sudah berbeda dari yang ia lihat saat putrinya masih hidup.
"Sudah dipotong rambutnya. Kemudian rambut aslinya bergelombang, karena dicatok jadi lurus. Tapi, di ruang jenazah sudah bergelombang, rambutnya tinggal segini. Jadi bukan seperti Sara yang masih hidup," cerita Elisabeth.
Rasa sesak Elisabeth rasakan karena ia tidak bisa mencium dan memeluk putrinya untuk yang terakhir kali.
"Iya (tidak bisa kenali wajah Sara). Mau cium-cium juga enggak bisa, mau peluk juga enggak bisa..." kata Elisabeth lirih.
Suroto kala itu masih menyayangkan Hafitd, yang pernah berhubungan baik dengan putrinya, harus membunuh Sara.
"Kehidupan itu adalah pilihan, ya. Tuhan memberikan keleluasan kepada umatnya untuk memilih," ujar Suroto dalam tayangan yang sama.
"Seperti Hafitd dan Assyifah. Sebenarnya dia punya pilihan untuk menyelesaikan dengan baik. Tapi, kenapa dia memilih menyelesaikan dengan cara membunuh? Dia enggak mikir bahwa setelah Sara meninggal, hidup masih berjalan. Dia sekarang berurusan dengan hukum," urainya.
Diakui Suroto dan Elisabeth, tetap hadir di persidangan kasus kematian putrinya begitu menguji diri mereka.
"Saya sebetulnya enggak bertenaga. Ada sahabat saya yang nemenin saya, megang tangan saya tiap saya bilang saya enggak kuat. Dia ingatkan saya berdoa. Saya cukup mendapat kekuatan," kata Elisabeth sembari menghapus air matanya.
Ujian lain bagi orangtua Sara adalah kesaksian dari para terdakwa selama persidangan yang menurut mereka kurang jujur.
Ketika mereka telah memutuskan memaafkan pembunuh Sara, Hafitd dan Assyifah mengupayakan eksepsi dan pledoi demi pengurangan masa hukuman.