Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Duka, Suroto dan Elisabeth Berbesar Hati Memaafkan Pembunuh Ade Sara

Kompas.com - 05/03/2021, 16:33 WIB
Theresia Ruth Simanjuntak

Penulis

"Sara meninggal dengan tidak wajar. Ada pukulan-pukulan di daerah tertentu yang menyebabkan pembusukan lebih awal," ujar Suroto dalam wawancara di program Mata Nadjwa Metro TV, pada 29 Oktober 2014.

"Mukanya sudah hitam sekali. Sudah enggak dikenalin. Bahkan bola matanya 90 persen sudah keluar. Jadi memang sudah sulit dikenali," terangnya.

Baca juga: Orangtua Ade Sara Memelas Minta Bertemu Pembunuh Anaknya di Rutan Salemba

Suroto pun sempat menyangkal bahwa perempuan muda yang terbujur kaku di hadapannya adalah Sara.

"Saya sendiri awalnya tidak percaya itu Sara. Saya bilang ke istri saya: 'Ma, itu bukan Sara'. Tapi kembali lagi ke sidik jari. Kalau bukan Sara, ini siapa?" ucap Suroto.

Elisabeth, dalam acara yang sama, membenarkan pernyataan suaminya. Karena, selain wajah, kondisi rambut Sara sudah berbeda dari yang ia lihat saat putrinya masih hidup.

"Sudah dipotong rambutnya. Kemudian rambut aslinya bergelombang, karena dicatok jadi lurus. Tapi, di ruang jenazah sudah bergelombang, rambutnya tinggal segini. Jadi bukan seperti Sara yang masih hidup," cerita Elisabeth.

Rasa sesak Elisabeth rasakan karena ia tidak bisa mencium dan memeluk putrinya untuk yang terakhir kali.

"Iya (tidak bisa kenali wajah Sara). Mau cium-cium juga enggak bisa, mau peluk juga enggak bisa..." kata Elisabeth lirih.

Ujian kesabaran

Suroto kala itu masih menyayangkan Hafitd, yang pernah berhubungan baik dengan putrinya, harus membunuh Sara.

"Kehidupan itu adalah pilihan, ya. Tuhan memberikan keleluasan kepada umatnya untuk memilih," ujar Suroto dalam tayangan yang sama.

"Seperti Hafitd dan Assyifah. Sebenarnya dia punya pilihan untuk menyelesaikan dengan baik. Tapi, kenapa dia memilih menyelesaikan dengan cara membunuh? Dia enggak mikir bahwa setelah Sara meninggal, hidup masih berjalan. Dia sekarang berurusan dengan hukum," urainya.

Diakui Suroto dan Elisabeth, tetap hadir di persidangan kasus kematian putrinya begitu menguji diri mereka.

"Saya sebetulnya enggak bertenaga. Ada sahabat saya yang nemenin saya, megang tangan saya tiap saya bilang saya enggak kuat. Dia ingatkan saya berdoa. Saya cukup mendapat kekuatan," kata Elisabeth sembari menghapus air matanya.

Ujian lain bagi orangtua Sara adalah kesaksian dari para terdakwa selama persidangan yang menurut mereka kurang jujur.

Ketika mereka telah memutuskan memaafkan pembunuh Sara, Hafitd dan Assyifah mengupayakan eksepsi dan pledoi demi pengurangan masa hukuman.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com