JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden RI Joko Widodo meminta masyarakat tak khawatir dengan temuan virus corona varian B.1.1.7 di Indonesia. Jokowi menyebutkan, dua pasien yang terpapar virus tersebut saat ini sudah dinyatakan negatif.
Namun, publik pantas khawatir. Pasalnya, tidak jaminan bahwa baru dua pasien yang telah terpapar mutasi virus corona asal Inggris itu.
Kemampuan pemeriksaan dan pelacakan kasus Covid-19 di Indonesia jauh dari mumpuni meski pandemi sudah setahun berlangsung.
Baca juga: Masuknya Virus Corona B.1.1.7: Tanggapan Jokowi, Satgas Covid-19, hingga Kemenkes
Hal ini bermuara pada kemungkinan varian yang diprediksi lebih dari 40-70 persen menular ini telah meluas di dalam negeri tanpa terdeteksi, termasuk di Jakarta.
Bahkan, Pemprov DKI Jakarta yang selama ini kemampuan testing-nya paling memadai di level nasional tak menutup kemungkinan akan hal tersebut.
"Jangan-jangan B.1.1.7 mungkin sudah dulu hadir sebelum kita mengidentifikasi kemarin," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia dalam diskusi virtual, Jumat (5/3/2021).
Dwi menjelaskan, tidak semua pemeriksaan sampel kasus positif Covid-19 di Indonesia, khususnya di Jakarta, diteruskan dengan pemeriksaan genom sekuens yang bisa mendeteksi genom virus yang berbeda.
Pemeriksaan genom sekuens tidak bisa dilakukan secara massal karena saat ini hanya ada beberapa laboratorium pusat yang bisa melakukan pemeriksaan tersebut.
"Taruhlah 1.000 kasus baru saja (terjadi di Jakarta dalam sehari), rasanya tidak mungkin kalau 1.000 kasus baru itu dilakukan tindak lanjut dengan genom sekuens," ucap Dwi.
Baca juga: Dinkes DKI: Cara Terbaik Hambat Penyebaran Virus Corona B.1.1.7 dengan Isolasi yang Ketat
Ia juga menilai, kemungkinan varian virus baru itu hadir jauh sebelum ditemukan mengingat mobilitas warga yang masih cukup tinggi di masa pandemi, termasuk perjalanan ke luar dan dalam negeri.
“Mungkin kecepatan kita menemukan kasus terlambat dibandingkan saat kasus itu sebenarnya sudah masuk ke Indonesia," kata Dwi.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman pun mengaku tidak terkejut dengan temuan varian baru virus corona B.1.1.7 di Indonesia. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi sejak tahun lalu.
Bahkan ia meyakini sudah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
“Ketika ditemukan itu bukan berarti hanya dua (kasus), itu sudah di mana-mana. Saya harus sampaikan itu, karena sekali lagi strategi tracing, testing kita yang tidak memadai, yang artinya tidak berlanjut dengan isolasi-karantina," ungkap Dicky, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (3/2/2021).
"Ini tidaklah bisa memutus transmisi Covid-19, dan pola eksponensialnya selain tinggi, ini berarti leluasa orang membawa virus ke mana-mana tidak terdeteksi,” lanjutnya.
Baca juga: Pemprov DKI: Virus Corona B.1.1.7 Kemungkinan Sudah Lama Masuk Indonesia
Pembatasan kepada warga negara Indonesia maupun asing yang datang ke Indonesia dinilainya tidak ketat.
Ia mencontohkan, karantina selama lima hari kepada seseorang yang baru datang dari luar negeri tidak cukup untuk bisa mendeteksi suatu virus.
“Negara yang berhasil mengendalikan pandemi tidak ada yang di bawah 10 hari. Australia 14 hari, itu pun diperketat dengan testing dua kali," kata Dicky.
"Ini pun selain PCR ada yang namanya genom sequencing, itu dilakukan semua. Itu dilakukan tidak hanya pada pendatang, tapi juga kepada orang-orang yang bekerja di fasilitas karantina atau isolasi atau pintu masuk itu,” jelasnya.
Percepat vaskinasi Covid-19 terhadap lansia
Meski diketahui lebih mudah menular, masih ada pro dan kontra apakah virus corona varian B.1.1.7 ini lebih mematikan. Yang jelas, alarm bahaya harus dibunyikan.
Sebab, kalangan lanjut usia rentan terpapar dan angka kematian pada kelompok ini paling tinggi ketimbang kelompok usia di bawahnya.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, meminta Pemprov DKI segera merampungkan vaksinasi Covid-19 bagi lansia.
Ini sebagai upaya preventif agar seandainya benar virus corona varian B.1.1.7 telah menyebar di Jakarta tanpa terdeteksi, potensi kematian pada lansia dapat ditekan.
"Harus dikebut, harus disisir dari RW RT karena Jakarta lebih mudah," kata Pandu kepada Kompas.com, Kamis (4/3/2021).
Baca juga: Kemenkes Minta Sampel Darah 2 TKI Cianjur yang Satu Pesawat dengan Warga Terpapar B.1.1.7
Pandu juga mengingatkan agar Pemprov melibatkan perangkat RW dan RT dalam pendataan dan pendaftaran vaksinasi kepada lansia.
Sebab, perangkat RW dan RT, menurut Pandu, lebih mengetahui kondisi warganya.
Dengan cara ini, diharapkan semua warga lansia bisa dengan cepat mendapatkan suntikan vaksin.
Pandu juga menyarankan agar petugas vaksinasi bisa menemui langsung dan memberikan suntikan vaksin kepada lansia yang tidak bisa mendatangi lokasi vaksinasi.
"Sehingga, pelayannya akan lebih dekat ke lansia. Kalau lansia disuruh jauh-jauh enggak mungkin, kalau lansia yang enggak bisa pergi didatangin disuntik di tempatnya," tutur Pandu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.