Empat tahun kemudian, berdasarkan catatan Harian Kompas edisi 5 Maret 2018, Menteri Pekerjaan Umum (PU) dan Tenaga Listrik Sutami mengusulkan ide yang sama ke Presiden Suharto.
Sutami meminta agar pemerintah membangun jalan bypass Jakarta-Bogor karena kemacetan yang terasa seiring bertambahnya jumlah kendaraan.
Kala itu, tercatat ada 220.000 kendaraan yang lalu lalang melintasi jalan raya Jakarta.
Selain itu, sekitar 9.000 kendaraan melintasi jalan penghubung Jakarta-Bogor per harinya.
Gagasan itu lantas mulai dipikirkan, termasuk soal biaya.
Mengingat jalan tol itu diharapkan bisa menopang angkutan barang dan orang dalam jumlah besar serta dalam kecepatan tinggi, pembangunannya diperkirakan butuh biaya Rp 7,6 miliar.
Dalam buku Sang Pelopor Jalan Tol: 40 Tahun Jasa Marga, rencana pembangunan tol itu bersamaan dengan wacana dibangunnya pabrik semen berkapasitas 1,2 juta ton per tahun di Cibinong, Bogor.
Pembangunan pabrik itu didanai penanam modal dari Amerika Serikat, Kaiser Cement.
Lantaran lokasi pabrik jauh dari jalan arteri, mereka meminta Pemerintah Indonesia menyediakan akses yang memadai untuk menyalurkan prodeksi.
Sehingga, perwakilan Kaiser Cement, Nick P Petroff, membantu pemerintah untuk melobi Pemerintah AS demi mendapatkan dana pinjaman.
Pinjaman pun diberikan melalui Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) sebesar 28,6 juta dolar AS dengan masa pengembalian 30 tahun dan bunga 3 persen.
Harian Kompas edisi 28 Desember 1973, menulis, Pemerintah Indonesia menganggarkan 10,3 juta dolar AS (30 persen) dan 22,8 juta dolar (70 persen) dari AS untuk pembangunan tol Jagorawi.
Anggaran pemerintah dan pinjaman luar negeri itu diserahkan kepada PT Jasa Marga sebagai penyertaan modal.
Akhirnya, pada 1974, pembangunan jalan tol Jagorawi pun dimulai. Pemerintah menunjuk kontraktor asing, Hyundai Construction Co dari Korea Selatan, dengan konsultan supervisi Ammann-Whitney & Trans Asia Engineering Associates Inc dari AS.
Penggunaan kontraktor asing itu sempat menuai kontroversi. Sejumlah pihak mengkritik karena pemerintah dianggap mengesampingkan peran anak bangsa.
Baca juga: Waspada Macet, Ada Pengerjaan Jembatan di Ruas Tol Jagorawi