JAKARTA, KOMPAS.com - Bukan hanya manusia, ternyata anjing peliharaan juga diwajibkan untuk memiliki kartu identitas di DKI Jakarta.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 199 Tahun 2016. Tujuannya adalah untuk mengendalikan rabies.
Pergub tersebut memuat kewajiban pemilik hewan peliharaan untuk memberikan vaksinasi rabies minimal satu tahun sekali. Selain itu, anjing perliharaan juga wajib dipasangkan mikrocip.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas KPKP DKI Jakarta Sri Hartati pada 2018 mengatakan, mikrocip yang memuat nomor identifikasi disuntikkan ke leher belakang anjing, tepatnya di bawah kulit.
Setelah mikrocip itu disuntikkan, Dinas KPKP akan menerbitkan kartu identitas hewan tersebut. Nomor mikrocip yang disuntikkan akan tercantum dalam kartu itu.
Baca juga: Saat Air Kali Ciliwung Dijadikan Miras dan Laku di Pasaran. . .
"Mikrocip itu untuk identifikasi hewan. Di kartunya disebut nama, alamat, jenis kelaminnya. Itu kode bahwa anjing itu beridentitas," kata Sri, Selasa (9/10/2018).
Mikrocip yang dipasang pada anjing bisa dipindai untuk melihat data tentang hewan tersebut, mulai dari identitas, pemiliknya, hingga riwayat vaksinasi rabies.
Dilansir dari Historia.id, pemerintah kolonial Belanda pernah mengeluarkan aturan kepemilikan anjing pada 1906.
Aturan itu termaktub dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1906 No. 283 yang menyebut kewajiban bagi para pemilik anjing.
Di antara kewajiban tersebut adalah melaporkan jumlah anjing peliharaan, memberi anjing medali atau peneng, membayar pajak untuk anjingnya, dan ketentuan hukuman bagi pelanggar.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: 9 Maret 1978, Peresmian Jagorawi Sebagai Jalan Tol Pertama di Indonesia
“Didenda uang sebanyak-banyaknya lima belas rupiah orang yang memelihara anjing jikalau anjingnya terdapat di jalan raya atau di tanah lapang dengan tiada memakai medali yang masih laku menurut aturan yang tersebut,” demikian bunyi Pasal 7 Staatsblad 1906 No. 283, sebagaimana dikutip dari buku Handleiding ten Dienste van de Inlandsche Bestuurambtenaren terbitan 1919.
Pemerintah kolonial menjelaskan bahwa pemberlakuan aturan itu demi mencegah bahaya penyakit anjing gila, bukan untuk semata-mata mengisi kas.
Pendataan dan pungutan pajak khusus anjing bertahan setelah kemerdekaan.
Kebijakan ini terdapat di banyak daerah seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Mojokerto.
Pemerintah daerah tersebut kerapkali memuat iklan di media massa tentang kewajiban pemilik anjing mendata anjing peliharaan dan membayar pajaknya.
Baca juga: Friedrich Silaban, Seorang Nasrani yang Pelajari Wudu dan Shalat demi Rancang Masjid Istiqlal