JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang perempuan yang menjadi relawan contact tracer Covid-19 di Jakarta, LS, harus menelan pil pahit. Pasalnya, insentif atas jasanya belum dibayarkan dalam dua bulan terakhir.
Selain itu, masa kontrak relawan contact tracer pun akan berakhir. Menurut LS, kabar berakhirnya kontrak relawan itu diketahui setelah rapat daring bersama BNPB pada 28 Februari 2021 lalu.
"Istilahnya kalau kontrak dengan BNPB selesai. Katanya akan di kontrak dengan Kemenkes. Tapi dari Kemenkes itu bukan dilanjutkan oleh tracer kita ini," kata LS saat dihubungi, Selasa (9/3/2021).
Menurut LS, jasa contract tracer yang telah dilakukannya selama lebih dari tiga bulan akan digantikan oleh Ketua RT atau RW lingkungan yang telah dilatih.
"Bahkan teman teman di lapangan sudah disiapkan kader di wilayah kelurahan RT atau RW itu yang jadi tracer. Jadi kita belum tahu nasib kita," ujar LS.
Baca juga: Cerita Relawan Contact Tracer di Jakarta, Terpaksa Gadaikan Emas karena Belum Terima Insentif
Lebih lanjut, LS mengaku tak terlalu berharap statusnya sebagai contact tracer akan diperpanjang. Dia hanya berharap insentif atas jasanya bisa segera dibayarkan.
LS mengaku tidak menerima pembayaran insentif sebagai contact tracer untuk periode Januari dan Februari 2021. Akibatnya, LS merasa tercekik ketika melakoni pekerjaannya di Puskesmas di Jakarta Utara.
Cerita yang sama juga dihadapi rekan kerja LS sesama contact tracer. Menurut LS, bahkan ada rekan kerjanya yang menggadaikan emas dan meminjam uang untuk tetap bertahan hidup.
Padahal, mereka dijanjikan insentif per hari yang akan diakumulasi dalam satu bulan. LS mengaku pembayaran insentif pada November dan Desember 2020 berjalan lancar.
Baca juga: Pernah Positif Covid-19, Wali Kota Depok dan Istri Divaksin
"Insentif Rp 210.000 dan uang transport Rp 150.000 jika turun ke lapangan atau ke rumah pasien. Uang pulsa Rp 200.000 per bulan. Nanti diakumulasikan dan dilaporkan setiap akhir bulan. Kemudian dibayarkan," ucap LS.
Berbagai alasan pun diterima LS mengenai keterlambatan pembayaran insentif.
Pada 8 Februari 2021, LS menerima kabar melalui surat edaran BNPB yang menyebut pembayaran insentif contact tracer untuk Januari 2021 mengalami keterlambatan karena terganjal persoalan harmonisasi dengan Kemenkes.
"Tanggal 22 Februari itu keluar lagi surat edaran kenapa bisa telat, karena harus penunjukan penanggungjawab keuangan dan ada laporan yang belum selesai di isi surat itu. Teman teman masih sabar menunggu," kata LS.
Baca juga: Jokowi: Dengan Vaksinasi, Semoga Pekerja Seni Terlindungi Covid-19
Oleh karena itu, LS berharap insentif contact tracer segera dibayarkan. LS mengaku insentif tersebut akan digunakan untuk persiapan persalinannya.
"Sebenarnya kalau mau resign tidak masalah. Kalau mau berhenti ya berhenti saja. Kalau aku jujur saja, kalau aku kondisi sedang hamil dan cari kerjaan baru, sulit ada yang menerima. Jadi bertahan sambil menunggu," katanya.
(Penulis : Muhammad Isa Bustomi/Editor : Irfan Maullana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.