JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek normalisasi sungai di DKI Jakarta yang dikerjakan sejak 2012 tak kunjung tuntas hingga saat ini.
Normalisasi sungai merupakan program pengendalian banjir yang dilaksanakan berdasarkan Perda Khusus Ibu Kota DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.
Dalam program itu, sungai Ciliwung diperlebar dan dilakukan pemasangan turap beton.
Baca juga: Mafia Tanah Bikin Pemprov DKI Pusing Soal Normalisasi Sungai sampai Kasus Korupsi
Proyek tersebut dikerjakan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Normalisasi sungai sempat terhenti pada 2018 dan kini direncakan akan dimulai kembali.
Sejak proyek berjalan sampai terhenti, normalisasi sungai Ciliwung baru terealisasi 16 kilometer dari rencana awal adalah sepanjang 33,69 kilometer.
Pembebasan lahan, yang menjadi tugas Pemprov DKI, menjadi salah satu masalah dalam proyek normalisasi sungai ini.
Hal itu diakui Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria. Ia mengungkapkan, Pemprov DKI saat ini telah menyediakan lahan baru sepanjang 7,6 kilometer untuk melanjutkan proyek normalisasi sungai.
"Ciliwung ada sekitar 7,6 (kilometer) tadi kami cek yang sudah bebas, bisa dipasang sheet pile," ucap Ariza, Jumat (6/3/2021) lalu.
Lahan yang siap dinormalisasi itu merupakan hasil program pembebasan lahan pada 2019-2020.
Meski begitu, diakui Ariza, Pemprov DKI masih punya tugas untuk membebaskan lahan sepanjang 10 kilometer lagi untuk sungai Ciliwung.
Ariza pun berharap pihaknya dapat menyelesaikan pembebasan lahan itu pada 2022.
Apa yang menyebabkan pembebasan lahan mandek? Berikut Kompas.com rangkumkan.
Menurut Ariza, salah satu masalah yang menghambat proses pembebasan lahan adalah adanya sengketa lahan.
"Satu, masalahnya banyak (tanah) yang bersengketa, masih di pengadilan," ujar Ariza pada Jumat (5/3/2021), dilansir dari Antara.
Baca juga: Wagub DKI Sebut Pembebasan Lahan Normalisasi Sungai Terhambat Sengketa dan Mafia Tanah
Pada kesempatan lain, Ariza menambahkan mafia tanah sebagai hambatan lain dalam proyek tersebut.
"Terkait pembebasan lahan normalisasi karena terkait masalah sengketa lahan, masalah tanah, kepemilikan, dan sebagainya, juga mafia-mafia tanah," ujar Ariza di Balai Kota Jakarta, Selasa (9/3/2021), dilansir dari Antara.
Terkait mafia tanah, hal ini menjadi persoalan Pemprov DKI untuk urusan berbagai bidang yang belakangan menjadi sorotan.
Terkini adalah kasus pembelian tanah untuk program rumah dengan down payment (DP) 0 rupiah yang saat ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ariza pun membenarkan bahwa di Jakarta, banyak sekali persoalan sengketa lahan dan mafia tanah.
"Memang di Jakarta ini banyak sekali sengketa lahan dan mafia tanah," akunya.
Hambatan kedua yang Ariza singgung adalah keterbatasan anggaran untuk membebaskan lahan.
"Kedua, masalah anggarannya. Kami kan punya keterbatasan," ujar Ariza, Jumat (5/3/2021).
Ia membeberkan, Pemprov DKI membutuhkan dana sebesar Rp 5 triliun untuk pembebasan lahan yang tersisa sepanjang 10 kilometer di sisi kiri dan kanan bantaran kali.
Anggaran normalisasi sungai Pemprov DKI, menurut Ariza, lebih tinggi jika dibandingkan Kementerian PUPR yang bertugas untuk pemasangan sheet pile.
Dijelaskan Ariza, anggaran Kementerian PUPR sebesar Rp 370 miliar.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Dudi Gardesi menyampaikan, dana pinjaman yang Pemprov DKI ajukan ke pemerintah pusat untuk pembebasan lahan belum dicairkan.
Dana pinjaman dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) belum bisa dicairkan hingga tahun 2021memasuki bulan ketiga.
"Belum kan anggaran belum cair," ujar Dudi saat dihubungi melalui telepon, Kamis (4/3/2021).
Dudi menjelaskan, pencairan dana PEN bermasalah karena Pemprov DKI selaku peminjam diminta menyusun argumentasi program yang akan dijalankan dari pinjaman tersebut.
"Kita harus buat semacam bikin argumentasi dulu, minta kelengkapan administrasi, setelah lengkap baru di ACC baru dicairin gitu. Kita menuju approval dari SMI untuk melanjutkan (pembebasan lahan) ke lapangan selanjutnya," urainya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.